Koran Sindo, Edisi 20-06-2017
JAKARTA – Tuduhan Jaksa Agung M Prasetyo yang menyebut Ketua Umum DPP Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengancam Jaksa Yulianto melalui SMS, diduga terkait Pilpres 2019. Apalagi, elektabilitas HT dan Partai Perindo terus meningkat.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis melihat ada upaya menjatuhkan elektabilitas HT bersama partai besutannya tersebut. ”Jadi, ini kan ditakuti orang (Partai Perindo) bahaya. Makanya harus diisolasi dari sekarang,” ungkap Margarito di Jakarta kemarin. Ditambah lagi HT disebut-sebut sebagai salah seorang yang akan maju pada Pilpres 2019 mendatang.
Belum lama ini Jaksa Agung M Prasetyo dengan sangat arogan menyebut HT sebagai tersangka dalam kasus SMS. Padahal, Polri yang menangani kasus tersebut menyatakan kasus SMS masih dalam tahap penyelidikan dan status HT hanya sebagai saksi terlapor, sehingga banyak kalangan yang menuding tuduhan Jaksa Agung tersebut sangat tendensius yang kental muatan politiknya.
Meski mendapat serangan tersebut, Margarito meyakini bahwa hal itu tidak akan berpengaruh terhadap elektabilitas HT maupun Partai Perindo. ”Umumnya masyarakat kita ini akan simpati kepada mereka yang terzalimi. Kok, ada orang enggak salah tapi disalahsalahin,” ujarnya. ”Dia (Partai Perindo) bak gadis cantik yang dilirik banyak orang.
Dan, itu menjadi ancaman untuk kekuatan-kekuatan politik lain,” tandasnya. Untuk diketahui, sejak dideklarasikan pada 7 Februari 2015, elektabilitas Partai Perindo terus meroket. Hal itu diperkuat lagi dengan dikeluarkannya hasil exit poll terbaru terkait elektabilitas Perindo ini oleh lembaga konsultan politik Pol- Mark, yang menempatkan Perindo pada peringkat 4 besar.
Sekjen DPP Partai Perindo Ahmad Rofiq menganggap tidak tepat pesan singkat (SMS) yang disampaikan oleh HT disebut mengancam. Dia mempertanyakan dasar dari tuduhan pengancaman tersebut jika dikaitkan dengan kapasitas dan kapabilitas HT dan Perindo sebagai pendatang baru di dunia perpolitikan Tanah Air. ”Saat mengirim SMS, kapasitas Pak HT sebagai pimpinan partai baru, belum ada kekuatan apa pun untuk melakukan ancaman ataupun intimidasi.
Kecuali partai ini sudah ada di Senayan, punya kursi banyak, punya menteri banyak, presiden, kalau begitu pasti (wajar) apabila sensitif dan bisa disalahartikan,” ujar Rofiq saat dihubungi semalam. Rofiq meluruskan bahwa SMS yang dikirimkan adalah bentuk komitmen anak bangsa kepada aparat penegak hukum agar selalu bekerja di jalan yang lurus sebagaimana yang telah menjadi kewajibannya.
Menurut dia, aparat penegak hukum juga diingatkan untuk berdiri di semua golongan dan kepentingan. ”Jadi semestinya apa yang dilakukan HT jadi pesan penegak hukum untuk berlaku dan berbuat semaksimal mungkin,” tutur Rofiq. Ketua Umum Pemuda Perindo Effendy Syahputra menilai bahwa kasus SMS HT hanyalah akal-akalan dari Kejaksaan untuk menjegal tren elektabilitas dari Partai Perindo yang tengah melesat.
”Kehadiran Partai Perindo itu tampaknya tak disukai oleh pemerintah. Dengan elektabilitas partai yang makin melonjak, dengan popularitas Hary Tanoe yang terus naik, pemerintah sepertinya tak suka, maka dari itu dibuatlah kasus seperti ini (SMS),” terang Effendy dalam diskusi yang digelar di iNewsTV,Jakarta, kemarin.
Bahkan, jelas Effendy, pemerintah secara politis melihat bahwa kehadiran Partai Perindo akan mengancam dalam pentas demokrasi di Indonesia. ”Jadi seperti dicari-cari kesalahannya, apa nih,supaya elektabilitas Partai Perindo terhenti,” terang Effendy. Di tempat yang sama, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengungkapkan bahwa hukum di Indonesia tak boleh dicampuradukkan dengan politik.
”Ini menjadi catatan tersendiri dalam sejarah hukum di Indonesia, apakah kemudian aparat hukum bisa menyiasati hukum untuk menghukum orang tertentu,” paparnya kemarin. Yang menarik lagi, sambung dia, dugaan manipulasi hukum ini menimpa pada seseorang dengan nama besar seperti HT. Dia mengaku tak bisa membayangkan jika kasus ini terjadi pada rakyat kecil.
”Kemungkinan dia (rakyat kecil) tak bisa melawan yang saat di penjara pun masih belum mengetahui sebenarnya salahnya apa,” papar Hendri. Senada, pengamat hukum pidana Universitas Tarumanegara Herry Firmansyah menilai SMS HT tidak terdapat unsur ancaman. Bahkan Herry mencontohkan, jika ia mengambil sampel 100 orang untuk ditanyakan apakah ada unsur ancaman dalam SMS tersebut, dia meyakini hampir seluruhnya sependapat dengan dirinya, bahwa tak ada unsur ancaman dari SMS tersebut.
”Ancaman itu bisa fisik bisa psikis, lihat (SMS itu) dengan jernih dan dibacakan tanpa emosional. Saya yakin hampir semua orang, jika diambil 100 sampel mungkin 90 atau bahkan 99 orang mengatakan bahwa SMS Pak Hary Tanoe tidak ada unsur ancaman,” jelas Herry. Menurut dia, HT pun menyampaikan pesan berupa kalimat yang mengingatkan ke Jaksa Yulianto, bukan mengancam.
Dan, hal tersebut lumrah dilakukan seorang warga negara kepada pihak penegak hukum. ”Dalam SMS itu, saat menyebut oknum pun Pak Hary Tanoe tidak menyebut secara personal, tapi menggunakan kalimat ‘oknum-oknum yang abuse of power’, sangat sopan menurut saya. Kalimat mengingatkan itu memang ada, yang namanya jabatan itu tidak langgeng, itu suatu proses yang biasa dan lumrah, bukan bentuk ancaman,” papar Herry.
Analis politik Point Indonesia, Arif Nurul Imam, mengatakan Jaksa Agung belakangan menunjukkan kinerja yang tak profesional dan buruk. Apalagi, terkait tudingan terhadap HT yang ternyata hoax. Dikatakan Arif, pernyataan M Prasetyo jelas tidak mencerminkan sebagai penegak hukum; pernyataan politis yang patut diduga punya maksud politis terselubung.
Arif menilai penegak hukum yang bermain politik tentu menjadi preseden buruk bagi wajah penegakan hukum di Tanah Air, sebab posisi Jaksa Agung harus independen dan bekerja profesional, bukan bekerja secara politis. ”Saya kira ini layak jadi bahan evaluasi Presiden Jokowi, apalagi ketika kampanye menjanjikan Jaksa Agung yang bukan berasal dari kader partai sehingga bisa bekerja profesional,” ujarnya.
Jika ingin penegakan hukum bisa berjalan adil, Presiden perlu bertindakcepatdenganmelakukan reshuffle Jaksa Agung. Jika dibiarkan maka bisa berimbas pada kepercayaan publik terhadap pemerintah yang dianggap sebagai rezim yang tak mampu menegakkan keadilan.
Adukan Prasetyo ke Bareskrim
Tim kuasa hukum HT akhirnya melaporkan Jaksa Agung M Prasetyo ke
Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran
Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Laporan
bernomor LP/ 643/VI/2017 diajukan terkait pernyataan kontroversial
mantan politikus Partai Nasdem itu.
”Pada hari ini kami tim kuasa hukum Bapak HT melaporkan Jaksa Agung HM
Prasetyo dengan dugaan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik UU
ITE Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 jo Pasal 310 dan 311 KUHP,” ujar Tim
Kuasa Hukum HT, Adidharma Wicaksono, di Bareskrim Mabes Polri kemarin.
Menurut Adi, laporan juga didasarkan pada pelanggaran kapasitas yang
bersangkutan saat menyampaikan informasi penetapan tersangka itu kepada
masyarakat.
Padahal sesuai dengan Pasal 109 KUHAP, diterangkan bahwa yang berwenang
untuk menetapkan status hukum seseorang adalah kepolisian. ”Jelas, Jaksa
Agung telah salah dan keluar dari kewenangannya dan merugikan nama baik
klien kami,” tutur Adi. Dan apa yang dilakukan oleh tim kuasa hukum HT,
semata-mata ingin menegakkan keadilan bagi semua orang.
Dalam kesempatan itu, mereka menyerahkan sejumlah berkas kepada pihak
kepolisian di antaranya artikel, video, serta rekaman pada saat Jaksa
Agung menyampaikan komentarnya di hadapan media. Dalam kesempatan itu,
tim kuasa hukum juga mencium adanya upaya kriminalisasi terhadap HT yang
dilakukan Jaksa Agung.
Menurut Adi, hal ini tidak lepas dari posisi kliennya sebagai petinggi
Partai Perindo, yang terus menanjak popularitas dan elektabilitasnya.
”Kami yakin kalau HT bukan sebagai ketua umum Perindo tidak akan ada
persoalan ini,” kata Adi. Pihaknya, lanjut Adi, akan terus mengawal
proses pelaporan ini dan berupaya untuk menegakkan hukum seadil-adilnya.
”Kami juga akan laporkan ini ke Komisi Kejaksaan, Komisi III DPR, serta
semua institusi yang berkaitan dengan pelanggaran ini. Dan mudah-mudahan
ini jadi pertimbangan presiden untuk melihat kinerja bawahannya yang
faktanya sudah sangat fatal (kesalahannya),” tandas Adi.
dian ramdhani/ okezone/sindonews
0 komentar:
Post a Comment