Arif Nurul Imam
Kompas.com - 12/08/2017, 17:25 WIB
Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono
berpidato saat peluncuran The Yudhoyono Institute di Jakarta, Kamis
(10/8/2017). The Yudhoyono Institute diluncurkan untuk melahirkan
generasi masa depan dan calon pemimpin bangsa yang berjiwa patriotik,
berakhlak baik dan unggul. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama/17
KEHADIRAN Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) dalam panggung politik Indonesia sesungguhnya agak mengejutkan publik.
Betapa
tidak, sebagai orang yang memiliki peluang karir militer moncer, putra
sulung mantan presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ini justru banting
stir, pindah di dunia politik yang sama-sekali baru, untuk tidak
mengatakan tuna pengalaman.
Berbekal sebagai anak mantan presiden sekaligus Ketua Umum Partai
Demokrat, tentu tak sebagaimana politisi lainnya yang harus tertatih
meniti karir dari bawah. Tampil perdana di dunia politik langsung
menggebrak maju sebagai calon gubernur di palagan Pilkada DKI Jakarta
dengan menggandeng birokrat senior Sylviana Murni.
Meski kalah dalam bursa Pilkada, namun bukan berarti sia-sia karena
ada manfaat yang bisa dipetik. Setidaknya, momentum tersebut, memberi
pelajaran berharga bagaimana kehidupan riil politik sehingga bisa
menjadi bekal dalam meniti karir politik selanjutnya.
Selain itu,
perhelatan itu juga bisa dibaca sebagai langkah cerdik SBY dalam
memanfaatkan momentum untuk mengorbitkan putra sulung agar bukan hanya
dikenal publik, melainkan juga membangun ketokohan.
Kekalahan
Pilkada DKI Jakarta, tentu bukanlah akhir dari karir politiknya.
Peristiwa itu justru merupakan tonggak yang bakal menjadi tangga politik
untuk meroket. Tentu dengan sejumlah syarat, terutama soal bagaimana
mengelola, memanfaatkan dan memperbesar modal politik serta sabar dalam
proses penokohan.
Modal politik
Selain memiliki modal politik yang bersifat given, AHY juga mempunyai modal yang datang dari dirinya sendiri. Artinya, ia tak sekadar mengandalkan modal politik yang bersifat keberuntungan, melainkann memiliki perpaduan modal politik yang potensial bisa mengeskalasi kiprahnya di panggung politik.
Selain memiliki modal politik yang bersifat given, AHY juga mempunyai modal yang datang dari dirinya sendiri. Artinya, ia tak sekadar mengandalkan modal politik yang bersifat keberuntungan, melainkann memiliki perpaduan modal politik yang potensial bisa mengeskalasi kiprahnya di panggung politik.
Pertama,
karakter dan personalitas. Kepribadian seorang politisi tentu menjadi
salah satu tolak ukur sejauhmana seseorang pantas-tidaknya menjadi
pelayan publik alias politisi. Karakter dan personalitas AHY nampaknya
termasuk jenis yang mendukung untuk berkiprah di rimba politik.
Sosok
yang luwes dalam berkomunikasi, mudah beradaptasi, kalem dan santun.
Ini karakter dan personalitas yang cocok bagi politisi yang hidup di
iklim politik Indonesia.
Keluwesan berkomunikasi misalnya,
ditunjukkan ketika secara elegan menyatakan menerima kekalahan dalam
Pilkada usai hitung cepat.
Walhasil, meski kalah justru mendapat
simpati dan pujian publik, bahkan menjadi topik hangat di sosial media,
seperti Facebook dan Twitter.
Kedua, kapasitas
intelektual. Kapasitas intelektual laki-laki berusia 39 tahun ini memang
tak diragukan lagi. Selain berkarir di militer, AHY juga relatif bagus
dari sisi studi akademik.
Tiga gelar master berhasil berhasil
disabet. Setidaknya, kapasitas intelektual bisa menjadi modal yang turut
menentukan karir di panggung politik.
Ketiga, klan politik Yudhoyono. Sebagai anak SBY, ia memperoleh modal yang bersifat given
karena berupa warisan. Sebagai putra mahkota pewaris klan politik
Yudhoyono, hampir dipastikan akan menjadi petinggi Partai Demokrat
menggantikan ayahnya.
Thomas Carothers (2006;66) menyimpulkan, parpol di negara transisi demokrasi cenderung bersifat top down, figur sentris, lemah dalam organisasi, korup dan kabur dalam ideologi.
Dengan iklim politik semacam ini, tidak terlalu sulit bagi SBY untuk mewariskan kemudi Partai Demokrat pada putra mahkota.
Penokohan
Penokohan adalah syarat mutlak untuk terjun dipolitik. Seseorang bisa duduk di jabatan publik, di antaranya karena faktor ketokohan. Ini sangat dipahami SBY sehingga, mau tak mau, mantan presiden ke-6 ini menyiapkan sekoci sebagai alat membangun ketokohan putra mahkotanya.
Penokohan adalah syarat mutlak untuk terjun dipolitik. Seseorang bisa duduk di jabatan publik, di antaranya karena faktor ketokohan. Ini sangat dipahami SBY sehingga, mau tak mau, mantan presiden ke-6 ini menyiapkan sekoci sebagai alat membangun ketokohan putra mahkotanya.
"Berdirinya The Yudhoyono Institute
ini nantinya diharapkan dapat melahirkan generasi masa depan, calon
pemimpin bangsa yang berjiwa patriotik, berakhlak baik, dan unggul, yang
dapat membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan niscaya dapat
menjadi bangsa yang memimpin di dunia internasional di masa mendatang,"
kata AHY.
Dibentuknya The Yudhoyono Institute sebagai lembaga think-thank,
tentu tak bisa dibaca sekadar lembaga riset biasa. Lembaga yang
diinisiasi oleh SBY dan dipimpin langsung AHY boleh jadi juga
diperuntukkan sebagai lembaga pematangan sekaligus membangun ketokohan.
The
Yudhoyono Institute, sudah tentu, menjadi wadah artikulasi dan
aktualisasi AHY di satu sisi, dan di sisi lain bisa dibaca sebagai wadah
yang berfungsi juga sebagai “panggung”.
Panggung bagi AHY untuk terus muncul di publik melalui pemikiran-pemikiran sehingga pada gilirannya terbangun ketokohan.
Paling
tidak, melalui lembaga ini, AHY bisa menjalin komunikasi di level elit
politik, seperti misalnya, bertandang ke Istana bertemu Presiden Joko
Widodo untuk menyampaikan undangan ketika hendak peresmian lembaga
tersebut.
PR AHY
Dengan modal politik yang bisa dikatakan komplit, AHY cuma menyisakan pekerjaan rumah untuk terus menerus serta konsisten membangun ketokohan, melalui berbagai aktivitas yang positif bagi publik, termasuk melalui The Yudoyono Institute.
Dengan modal politik yang bisa dikatakan komplit, AHY cuma menyisakan pekerjaan rumah untuk terus menerus serta konsisten membangun ketokohan, melalui berbagai aktivitas yang positif bagi publik, termasuk melalui The Yudoyono Institute.
Ia
tak perlu susah-payah menyiapkan atau membangun gerbong politik. Karena
kita paham, AHY adalah putra mahkota pewaris Partai Demokrat yang bakal
menjadi penerus dan tokoh utama partai tersebut sebagai sekoci politik
dalam meniti karir di pentas politik.
Jika cerdik dan piawai dalam
mengelola modal politik, bukan tidak mungkin, pada saatnya nanti bakal
muncul sebagai tokoh politik nasional, bahkan menjadi pucuk pimpinan
republik ini. Mari kita lihat dan uji dalam prosesnya.
0 komentar:
Post a Comment