Jika kita lihat hasil perolehan suara paslon Ahok-Djarot pada putaran kedua terdapat sesuatu yang bisa dikatakan anomali. Dikatakan anomali karena, mereka mengeluarkan biaya kampanye sebesar 31,7 milyar, tapi justru perolehan suaranya merosot sebanyak 13.139 suara di banding putaran pertama.
Artinya, biaya kampanye sebesar itu hanya muspro, bahkan kontraproduktif karena justru mengurangi jumlah pendukung yang jika dikonversi per suara menguras biaya kisaran 2,4 juta rupiah.
Tujuan kampanye adalah untuk meraih dukungan, bukan mengempeskan dukungan. Seharusnya kampanye dengan logistik yang tak sedikit dapat menambah dukungan, bukan malah mengempeskan dukungan. Ada banyak kemungkinan yg menjadi penyebab misalnya, alokasi dana tidak tepat sasaran, mesin politik mandeg karena logistik bocor diperjalanan, dan atau terlalu mahal membayar para buzzer yang tak henti membangun framing politik serta secara bersamaaan melakukan delegitimasi lawan.
Ini jelas anomali yang menarik untuk dicermati, terutama para donatur yang telah mengucurkan dana, termasuk intelektual politik. Kenapa logistik cair tapi justru menggerus dukungan? Alih-alih mempertahankan perolehan suara putaran pertama, tapi justru malah mengurangi dukungan. Atau, jangan-jangan malah banyak tim sukses yang 'sukses' meski jagoannya keok.
0 komentar:
Post a Comment