Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Orang Boleh Pandai Setinggi Langit Tapi Selama ia Tidak Menulis Ia akan hilang didalam Masyarakat dan Sejarah. Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Sunday, July 30, 2017

Golkar Harus Siapkan Tokoh Pemersatu

Ahmad Farhan Faris

INILAHCOM, Jakarta - Peneliti POINT Indonesia, Arif Nurul Imam mengatakan Partai Golkar harus menyiapkan figur untuk menggantikan Setya Novanto sebagai ketua umum jika ditahan oleh penyidik KPK.

"Golkar sebagai partai besar yang sedang diterjang badai dengan ditetapkannya Ketum Setnov sebagai tersangka memang harus menyiapkan figur yang bisa menjadi tokoh pemersatu," kata Arif kepada INILAHCOM, Minggu (30/7/2017).

Sebab, kata dia, Golkar didalamnya terdapat banyak faksi yang saling berebut pengaruh termasuk struktur kepengurusan. Karena itu, jika terjadi pergantian ketua umum harus merupakan sosok yang bisa merangkul berbagai faksi di internal Golkar, piawai menjalin komunikasi dan tidak punya atau sedikit cacat moral.
"Saya kira ada banyak figur kader potensial seperti Ade Komarudin, Airlangga Hartarto atau Hajriyanto Tohari," ujarnya.

Untuk diketahui, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan penetapan status Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP. Karena, Novanto diduga menguntungkan diri sendiri ketika menjadi anggota DPR Periode 2009-2014.

Novanto disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Novanto melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong diduga mengkondisikan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP. Novanto sebagai tersangka keempat dalam kasus korupsi yang merugikan uang negara senilai Rp2,3 triliun.[ris]



Saturday, July 29, 2017

Pasca-Pertemuan SBY-Prabowo di Cikeas, Peta Politik Fraksi-fraksi di DPR Berubah

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfigurasi fraksi-fraksi di parlemen dinilai akan berubah pascapertemuan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.
Pertemuan digelar di kediaman SBY di Puri Cikeas, Bogor, Kamis (27/7/2017) malam.
"Konfigurasi parlemen akan berubah, makin kritis dan makin besar kekuatannya," ujar Analis Politik POINT Indonesia, Arif Nurul Imam melalui pesan singkat, Jumat (28/7/2017).
Terkait UU Pemilu yang menjadi tema pembahasan, Arif menilai hal ini menjadi alarm pada pemerintah bahwa UU tersebut mendapat perlawanan sekaligus menstimulus kekuatan kritis di parlemen kembali solid. "Hal itu pasca beberapa partai anggota Koalisi Merah Putih tergoda masuk kekuasaan," kata Arif.
Arif menilai pertemuan Cikeas hampir dipastikan tidak bebas kepentingan politik. Ia melihat banyak kemungkinan terkait pertemuan tersebut. Bisa saja membahas bagaimana membangun koalisi dalam pelaksanaan Pilkada serentak antara Demokrat dan Gerindra.
"Kemungkinan lain terkait politik agenda Pemilu 2019. Bisa saja ini komunikasi dan prakondisi untuk membangun koalisi pada Pemilu 2019," kata Arif.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono menyebut tidak perlu ada koalisi untuk melakukan komunikasi dan kerjasama yang intensif dengan partai politik.
Pasalnya, dua koalisi yang sempat tercipta, yakni, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) dinilai sudah mengalami pergeseran yang fundamental.
"Kami berdua sepakat untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi sesama partai politik. Tidak perlu berkoalisi," tegas SBY.

Mengapa Prabowo yang ke Rumah SBY, Apa Efek Pertemuan Mereka?

Arif Nurul Imam (kemeja biru) [dok. pribadi]
Suara.com - Pengamat politik Point Indonesia Arif Nurul Imam memprediksi setelah berlangsung pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra, semalam, konfigurasi di DPR bakal berubah.
"Pasca pertemuan ini, saya kira konfigurasi parlemen akan berubah, makin kritis dan makin besar kekuatannya," kata Nurul Imam kepada Suara.com.
Menyangkut Undang-Undang Pemilu yang menjadi tema pembahasan, menurut Nurul Imam, hal tersebut menjadi alarm bagi pemerintah bahwa UU tersebut mendapat perlawanan sekaligus menstimulus kekuatan kritis di parlemen kembali solid, setelah beberapa partai anggota Koalisi Merah Putih tergoda masuk kekuasaan.
Menurut Nurul Imam di luar pembahasan masalah kebangsaan, pertemuan tersebut hampir dipastikan tidak bebas kepentingan politik.
"Ada banyak kemungkinan terkait pertemuan tersebut. Bisa saja membahas bagaimana membangun koalisi dalam pelaksanaan pilkada serentak antara Demokrat dan Gerindra. Kemungkinan lain terkait politik agenda Pemilu 2019. Bisa saja ini komunikasi dan prakondisi untuk membangun koalisi pada Pemilu 2019," kata dia.
Mengenai kenapa pertemuan berlangsung di rumah di Cikeas, bukan di Hambalang (rumah Prabowo), Nurul Imam memandang sebagai bagian dari tradisi yunior kepada senior.
"Secara personalitas, Prabowo itu memiliki tradisi menghormati senior. SBY sebagai senior sewaktu sama-sama di militer," kata Nurul Imam.
Arief menambahkan pertemuan semalam bisa juga dipandang sebagai sebuah sinyal bakal terjadi koalisi antara Demokrat dan Gerindra dalam mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, atau semacam pra kondisi.
"Ada kemungkinan bahas soal duet Prabowo dengan Agus (Yudhoyono) atau Ani (Yudhoyono), meski masih tersamar, semacam kode politik saja," kata dia.
Menurut analisa Nurul Imam pascapertemuan semalam ada kemungkinan kekhawatiran kubu pendukung Joko Widodo meningkat.
"Kekhawatiran itu kemungkinan besar pasti ada, karena kalau Demokrat-Gerindra solid tentu akan menjadi kekuatan politik yang bisa menjadi penyeimbang Jokowi," kata dia.
Nurul Imam yakin setelah Yudhoyono dan Prabowo bertemu, Jokowi akan mengintensifkan komunikasi dengan kalangan yang dapat memperbesar kekuatan politik.

Thursday, July 27, 2017

Pengamat: Pilkada Jabar Bakal Jadi "Perang Bintang"

KONTRIBUTOR TASIKMALAYA, IRWAN NUGRAHA
Kompas.com - 27/07/2017, 12:53 WIB


PURWAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat ( Pilkada Jabar) akan dihelat serentak dengan daerah lain di Indonesia pada Juli tahun 2018 mendatang.

Namun analis politik POINT Indonesia Airf Nurul Iman berpendapat, pilkada yang paling menarik bakal terjadi di Jawa Barat.

Menurut Arif, hampir seluruh partai memiliki fokus penuh ke daerah paling besar jumlah penduduknya di Indonesia, salah satunya Jabar, karena fokus mereka menyongsong Pemilu 2019.

"Pilkada Jawa Barat adalah pilkada menarik bagi parpol karena memiliki ceruk massa terbesar. Ini bisa dikatakan sebagai pilkada pertaruhan," ujar Arif kepada Kompas.com melalui pesan singkat, Kamis (28/7/2017).

Lanjut Arif, partai politik bakal bertarung mati-matian untuk Pilkada Jabar karena momentum ini sekaligus dimanfaatkan untuk membangun kantong suara untuk Pemilu 2019.

Selain itu, menurut dia, parpol akan menggunakan pilkada sebagai ajang memanaskan mesin politik.

"Selain partai, bakal calon yang bermunculan pun merupakan tokoh-tokoh yang dikenal dengan prestasi dan popularitasnya," ungkapnya.

Ditambahkan Arif, Pilkada Jabar menarik perhatian lantaran banyak pesohor politik yang digadang-gadang oleh berbagai pihak untuk maju sebagai cagub dan cawagub.

Sebut saja, misalnya Dedi Mulyadi, Deddy Mizwar, Ridwan Kamil, Dedi Yusuf, Desi Ratnasari, AA Gym, dan Rieke Dyah Pitaloka.
"Pilkada Jawa Barat merupakan ' perang bintang', sehingga menarik terus dicermati," tandas Arif.

Pilkada Jabar 2018 Disebut Jadi Pilkada Pertaruhan Partai Politik

(TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR)

Ilustrasi. 

TRIBUNJABAR.CO.ID, JAKARTA - Pilkada Jawa Barat yang akan digelar 2018 memang menarik menjadi perhatian.
Hal ini karena Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki jumlah pemilih terbesar di Indonesia, sehingga bakal menjadi fokus partai politik dalam menyongsong Pemilu 2019.

"Pilkada Jawa Barat adalah Pilkada menarik bagi parpol karena memiliki ceruk massa terbesar. Ini bisa dikatakan sebagai Pilkada pertaruhan," ujar Analis Politik POINT Indonesia, Arif Nurul Imam melalui pesan singkat, Kamis (27/7/2017).

Menurut Arif, partai politik bakal all out dalam bursa pertarungan Pilkada Jawa Barat karena dipastikan momentum ini akan sekaligus dimanfaatkan untuk membangun kantong suara pada Pemilu Presiden 2019 nanti.

Selain itu, lanjut dia, parpol memaknai Pilkada sebagai ajang memanaskan mesin politik.

Arif menuturkan, Pilkada tersebut menarik lantaran banyak pesohor politik yang digadang-gadang oleh berbagai pihak untuk maju sebagai cagub dan cawagub.Sebut saja, misalnya Dedi Mizwar, Dedi Mulyadi, Ridwan Kamil, Dedi Yusuf, Desi Ratnasari, AA Gym, Rieke Dyah Pitaloka dan sederet nama beken lainnya.
"Pilkada Jawa Barat merupakan perang bintang, sehingga menarik terus dicermati," ungkapnya.(*)

Sunday, July 23, 2017

Meneropong Laga Pilkada Jawa Barat

Rakyat Merdeka Online(RMOL) SENIN, 24 JULI 2017 , 
Arif Nurul Imam

Oleh : Arif Nurul Imam(Analis Politik POINT Indonesia)

Di tahun 2018, terdapat 171 perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang bakal digelar, termasuk provinsi Jawa Barat. Bagi partai politik, Jawa Barat bukan hanya dipandang strategis, melainkan juga penting dalam menghadapi pesta demokrasi 2019.
Kita tahu, provinsi yang memiliki 27 Kabupaten/Kota tersebut memiliki jumlah pemilih paling besar di Tanah Air sehingga momentum Pilkada besar kemungkinan berdampak pada hasil Pemilu 2019. Dengan ceruk pemilih potensial sebesar 31 juta, Jawa Barat hampir dipastikan akan menjadi fokus oleh partai politik, selain tak menutup kemungkinan bakal menyedot perhatian publik.

Perhelatan Pilkada merupakan bagian rangkaian skenario kerja politik dalam menyiapkan pemenangan Pemilu. Sebab, perhelatan seperti Pilkada, partai politik dituntut melakukan kerja ganda, di satu sisi memenangkan Pilkada, dan disisi lain memproyeksikan lumbung suara sebagai basis elektoral pada Pemilu.

Dengan kenyataan semacam ini, itulah mengapa Pilkada Jawa Barat, akan menjadi perhatian istimewa partai politik, yang bukan saja akan mendayagunakan segenap potensi dan kekuatan politik yang dimiliki, melainkan pula akan melakukan kalkulasi politik dengan matang guna memobilisasi dukungan. Tak terkecuali, perihal pilihan tokoh yang akan diusung, berpasangan dengan siapa, dan bagaimana cara kampanya efektif.


Dengan jumlah 27 kabupaten/kota, luasnya wilayah, dan kepadatan penduduk yang padat; tokoh yang diusung memang benar-benar mesti sosok yang bukan hanya dikenal publik secara luas, melainkan harus memiliki prestasi yang memberi dampak bagi kemaslahatan publik. Ia boleh berasal dari latar belakang apapun, namun mesti memiliki rekam jejak bukan hanya baik, melainkan juga inspiratif.
Persoalan figur yang akan diusung menjadi salah satu faktor krusial di tengah cairnya pemilih dan ketidakpercayaan masyarakat pada partai politik yang makin menggumpal. Pemahaman semacam inilah yang kemudian mengantarkan partai politik agar jeli memilih tokoh potensial.

Saturday, July 8, 2017

Ketua Umum Perindo Dikriminalisasi karena Makin Terkenal


JAKARTA - Kriminalisasi terhadap Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dinilai karena pria yang akrab disapa HT beserta partainya itu makin terkenal. Sebab, pesan singkat (SMS) Hary Tanoesoedibjo kepada Jaksa Yulianto tak memiliki unsur ancaman.



Analis Politik Point Indonesia Arif Nurul Imam berpendapat, tidak ada nada ancaman yang disampaikan Hary Tanoesoedibjo melalui SMS kepada Jaksa Yulianto. "Hanya saja, posisi Hary Tanoe hari ini yang makin dikenal publik dan tren Partai Perindo sebagai pendatang baru di blantika politik Indonesia itulah yang menimbulkan kekhawatiran sejumlah kelompok politik," ujarnya kepada SINDOnews, Sabtu (8/7/2017).

Untuk itu, kata dia, kesalahan Hary Tanoesoedibjo dicari-cari oleh lawan politiknya yang khawatir terhadap HT dan Partai Perindo. "Maka dicari-carilah kesalahan, meski dipaksakan," pungkasnya.

Sebelumnya, Hary Tanoe menegaskan pesan yang dikirim ke Jaksa Yulianto bukanlah ancaman. Pasalnya, Hary Tanoe hanya masyarakat biasa sehingga tidak punya kapasitas untuk mengancam aparat pemerintah.

Dalam SMS yang dikirim pada 5 Januari 2016 dan pesan WhatsApp 7 Januari 2016, Hary Tanoe menegaskan akan memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena (abuse of power), bila suatu saat terpilih menjadi pemimpin negeri ini.

Pernyataan Hary Tanoe mengenai pesan tersebut bukan ancaman, diperkuat dengan keputusan Panja Komisi III DPR RI pada 17 Maret 2016 yang menyimpulkan bahwa kasus SMS dan WA tersebut bukan sebagai ancaman. 


Sumber: SindoNews

Dana Bantuan Parpol Naik Jadi Rp 1.000 per Suara, Apa Kata Pengamat Politik?


BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana kenaikan dana bantuan partai politik (parpol) yang diusulkan pemerintah melalui Kemendagri tak boleh sekadar barter politik dalam memuluskan RUU Pemilu. Usulan ini perlu didukung dengan sejumlah syarat.
"Di tengah pembiayaan politik yang mahal serta sumber keuangan Parpol yang kerap sumir sumbernya, usulan pemerintah ini menjadi nafas segar untuk memperbaiki kualitas Parpol," kata pengamat politik POINT Indonesia Arif Nurul Imam melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Jumat (7/7/2017).
Kenaikan dana Parpol, lanjut Arif, mesti didukung agar kualitas Parpol dapat meningkat. Sebab, di antara masalah Parpol yang kerap dihadapi adalah soal pendanaan.
Sementara, parpol tak memiliki sumber pendanaan yang jelas sebab iuran anggota nyaris tak berjalan.
Meski demikian, menurutnya, kenaikan dana ini harus digunakan untuk kegiatan yang benar-benar dapat meningkatkan kualitas partai dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai penyambung lidah rakyat.
Ia memberi contoh, misalnya dana itu harus jelas peruntukannya seperti kaderisasi dan pendidikan politik.

Selain itu, persoalan transparansi, akuntabilitas pengelolaan, dan pengawasan juga harus diatur untuk memastikan agar tepat sasaran.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengatakan nominal bantuan sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 1.000 per suara.
Sedangkan pada tahun sebelumnya, hanya berkisar di angka Rp 108 untuk setiap suara yang diperoleh partai politik dalam pemilu.
Namun begitu, besaran keseluruhan dana bantuan nantinya disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh oleh setiap parpol.
"Tapi dalam pemilu lima tahun berikutnya bisa saja hanya mendapat Rp 10 juta. Tergantung perolehan jumlah suara," jelasnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (3/7/2017). (*)
Sumber: Tribunnews

Jangan Sampai Alat Barter, Kenaikan Dana Bantuan Harus Menguatkan Kualitas Parpol

POLITIK  JUM'AT, 07 JULI 2017 , 19:13:00 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Arif Nurul Iman

RMOL. Pemerintah melalui Kemendagri mengusulkan kenaikan dana bantuan untuk partai politik dari Rp 108 menjadi Rp 1.000 per suara.
Pengamat politik POINT Indonesia, Arif Nurul Imam, mengingatkan kenaikan tersebut jangan sampai dijadikan sebagai alat barter politik dalam memuluskan RUU Pemilu. 

Apalagi sejauh ini masih ada beberapa poin dalam RUU Pemilu yang belum menemukan titik temu. Misalnya, soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT). 


Pemerintah bersama partai pendukung menginginkan PT 20 persen. Sementara yang lain tidak perlu ada lagi PT alias nol persen. Belakangan ada yang mengusulkan 10-15 persen sebagai jalan tengah. 


Karena itulah, kata Arif, usulan penambahan dana partai perlu didukung dengan sejumlah syarat.


"Di tengah pembiayaan politik yang mahal serta sumber keuangan parpol yang kerap sumir sumbernya, usulan pemerintah ini menjadi nafas segar untuk memperbaiki kualitas Parpol," kata Arif Nurul Imam sesaat lalu (Jumat, 7/7).


Kenaikan dana Parpol, lanjut Arif, mesti didukung agar kualitas parpol dapat meningkat. Sebab, diantara masalah parpol yang kerap dihadapi adalah soal pendanaan. 


"Sementara, parpol tak memiliki sumber pendanaan yang jelas sebab iuran anggota nyaris tak berjalan," ungkapnya.

Meski demikian, sambung dia, kenaikan dana ini harus digunakan untuk kegiatan yang benar-benar dapat meningkatkan kualitas partai dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai penyambung lidah rakyat.


"Misalnya dana itu harus jelas peruntukannya seperti kaderisasi dan pendidikan politik," ucap Arif.


Selain itu, persoalan transparansi, akuntabilitas pengelolaan, dan pengawasan juga harus diatur untuk memastikan agar tepat sasaran. [zul]



Sumber: Rakyat Merdeka Online

Kenaikan Dana Parpol Harus Menguatkan Kualitas Partai.



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana kenaikan dana bantuan partai politik (parpol) yang diusulkan pemerintah melalui Kemendagri tak boleh sekadar barter politik dalam memuluskan RUU Pemilu. Usulan ini perlu didukung dengan sejumlah syarat.
"Di tengah pembiayaan politik yang mahal serta sumber keuangan Parpol yang kerap sumir sumbernya, usulan pemerintah ini menjadi nafas segar untuk memperbaiki kualitas Parpol," kata pengamat politik POINT Indonesia Arif Nurul Imam melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Jumat (7/7/2017).
Kenaikan dana Parpol, lanjut Arif, mesti didukung agar kualitas Parpol dapat meningkat. Sebab, diantara masalah Parpol yang kerap dihadapi adalah soal pendanaan.
Sementara, parpol tak memiliki sumber pendanaan yang jelas sebab iuran anggota nyaris tak berjalan.
Meski demikian, menurutnya, kenaikan dana ini harus digunakan untuk kegiatan yang benar-benar dapat meningkatkan kualitas partai dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai penyambung lidah rakyat.
Ia memberi contoh, misalnya dana itu harus jelas peruntukannya seperti kaderisasi dan pendidikan politik.
Selain itu, persoalan transparansi, akuntabilitas pengelolaan, dan pengawasan juga harus diatur untuk memastikan agar tepat sasaran.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengatakan nominal bantuan sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 1.000 per suara.
Sedangkan pada tahun sebelumnya, hanya berkisar di angka Rp 108 untuk setiap suara yang diperoleh partai politik dalam pemilu.
Namun begitu, besaran keseluruhan dana bantuan nantinya disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh oleh setiap parpol.
"Tapi dalam pemilu lima tahun berikutnya bisa saja hanya mendapat Rp 10 juta. Tergantung perolehan jumlah suara," jelasnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (3/7/2017).

Sumber: Tribunnews

http://www.tribunnews.com/nasional/2017/07/07/kenaikan-dana-parpol-harus-menguatkan-kualitas-partai

Thursday, July 6, 2017

Ndeso


Ndeso selama ini selalu cenderung di maknai peyorasi. Ndeso acapkali dipakai untuk mencemooh terkait hal-hal yang buruk atau terbelakang. Pendek kata, ndeso adalah semua hal yang serba jelek dalam kontruksi alam pikir masyarakat modern.

Namun, bagi Presiden Jokowi ndeso adalah identitas politik yang, diakui atau tidak, sengaja disematkan oleh para penasehat politiknya untuk mencitrakan diri sebagai bagian kawulo alit. Strategi ini ternyata menuai sukses besar, dan mengantarkan di tangga kekuasaan tertinggi di republik ini.

Pasca peristiwa tersebut, ndeso, dalam lanskap branding politik, kini merupakan komoditas politik unggulan yang kerap diklaim tokoh politik sebagai simbol bagian rakyat jelata. Tujuaannya, paling tidak agar dinilai publik agar terlihat sederhana, meski misalnya doyan barang-barang bermerk, seperti gemar memakai tas yg harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Bagaimana dengan Anda? Apakah anda ndeso atau kekota-kotaan?. Kalo saya jelas ndeso asli, bukan KW atau mengaku-ngaku ndeso agar bisa memanipulasi kesadaran publik #ehhh

Note: Status Facebook saya tgl 5 Juli 2017

Monday, July 3, 2017

Komunikasi Intensif Jokowi dengan GNPF MUI Bisa Gerus Elektabilitas Prabowo





 Jumat, 30 Juni 2017 08:39 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertemuan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara dinilai positif.

Apalagi mengingat selama ini GNPF merupakan kelompok yang kerap melontarkan kritik pada Jokowi.

Demikian dikatakan analis politik Point Indonesia, Arif Nurul Iman ketika dikonfirmasi Tribunnews.com Jumat (30/6/2017).

"Tentu ini menjadi ancaman bagi Prabowo jika hendak maju lagi dalam Pilpres 2019," kata Arif.

Sebab, kata Arif, selama ini GNPF selalu memiliki haluan politik dengan Prabowo Subianto.

Contohnya, dalam Pilkada DKI kemarin. Menurut Arif, Presiden Jokowi memiliki modal politik pada pemilihan presiden mendatang jika menggalang komunikasi secara intensif dengan GNPF MUI.
"Yang pada gilirannya menggerus elektabilitas Prabowo," kata Arif.

Sebelumnya, DPP Gerindra menilai hal tersebut bukanlah ancaman bagi pencalonan Prabowo Subianto sebagai presiden pada pemilu 2019.

"Tidak otomatis menjadi ancaman," kata Ketua DPP Gerindra Sodik Mudjahid melalui pesan singkat, Kamis (29/6/2017).

Sodik mengatakan banyak faktor yang mempengaruhi dukungan politik kepada calon presiden. Wakil Ketua Komisi VIII DPR itupun menilai wajar bila terdapat agenda dukungan ulama di Pilpres 2019.

"Saya pikir wajar saja seorang presiden mencari dukungan politik dari berbagai pihak," kata Sodik.





Kriminalisasi HT Langgar Prinsip HAM


Koran Sindo, 2 Juli 2017


JAKARTA– Penetapan tersangka Ketua Umum DPP Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) dalam kasus SMS dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya terkait dengan kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945.

Pasalnya isi SMS kepada Jaksa Yulianto itu sangat jelas tidak mengandung unsur ancaman sedikit pun. Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM DPR Desmond J Mahesa meyakini ada sesuatu di belakang pengusutan kasus SMS. Dia melihat sangat jelas bahwa Jaksa Yulianto melaporkan SMS itu ke kepolisian karena ada orang yang menyuruh dirinya terlebih dulu.


Buktinya adalah tindakan Jaksa Agung M Prasetyo yang lebih dulu membuat pernyataan kepada media bahwa HT tersangka, padahal kepolisian sendiri menyatakan bahwa status HT masih saksi. Berkaca dari hal tersebut, dia menilai dorongan politik dalam kasus SMS sangatlah kental. “Berarti ini kan ini sesuatu dorongan politik, ini tidak murni hukum.


Ini lebih ke politik, jadi kalau ada pakar yang berpendapat ini salah satu pelanggaran HAM yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi, betul sekali itu,” papar Desmond kemarin. Dia juga menyesalkan kondisi penegakan hukum pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karena, menurut dia, faktanya pemerintah saat ini terkesan buta hukum dan sewenangwenang.


Bahkan pemerintah lewat aparat hukumnya diduga kuat melakukan gerakan-gerakan politik penzaliman terhadap orang-orang yang berbeda paham politiknya. Menurut Desmond, pemerintah telah menggunakan hukum sebagai alat politik amputasi untuk menyingkirkan lawan politiknya. Penetapan tersangka terhadap HT merupakan salah satu contohnya.


Seperti diketahui bersama, HT merupakan Ketua Umum DPP Partai Perindo, pemilik grup media besar, mendukung Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilgub DKI Jakarta serta mendukung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2014 lalu. “Itu yang membuat dia (HT) ditersangkakan. Itu membuat pemerintah merasa terganggu, itu namanya politik amputasi terhadap tangan-tangan yang dianggap akan mengganggu kekuasaan,” ungkapnya.


Desmond meyakini skenario politik ini merupakan bagian dari persiapan Jokowi untuk mencalonkan diri kembali pada Pilpres 2019. Tapi seharusnya pemerintah tidak mempertontonkan rusaknya catatan sejarah hukum dan ketatanegaraan secara vulgar karena hal itu justru akan merusak citra Jokowi. Menurutnya, Jaksa Agung telah salah melakukan penanganan hukum.


Padahal halhal seperti ini yang bisa membuat Jokowi bisa tidak terpilih lagi untuk yang kedua kali karena mempertontonkan ketidakadilan- ketidakadilan. “Polisi (diduga) melakukan kriminalisasi terhadap ulama, Jaksa Agung melakukan pengamputasian terhadap lawanlawan politik seolah ini dibuat untuk (mendukung) Pak Jokowi, padahal (sebenarnya) merusak Pak Jokowi,” tegasnya.


Karena itu, lanjut Desmond, politik amputasi ini tidak hanya HT yang akan menjadi korban. Tapi, menurut dia, lawan politik Jokowi yang dianggap menghalangi langkah pemerintah juga akan diperlakukan sama. Sebelumnya sudah ada tokoh reformasi Amien Rais yang dituduh menerima suap Rp600 juta dalam kasus korupsi alat kesehatan tanpa bukti yang jelas.


Upaya Mabes Polri menetapkan HT sebagai tersangka terus menuai kritikan. Bahkan langkah arogan dan sarat kepentingan politik dalam kasus SMS terhadap Jaksa Yulianto ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM. “Kasus yang menimpa HT adalah contoh langkah negara melanggar konstitusinya dan ini mengarah pada bentuk-bentuk pelanggaran HAM,” ungkap pengamat politik Point Indonesia Arif Nurul Imam kemarin.


Menurut dia, negara semestinya menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dalam kehidupan bernegara. Selain dijamin negara yang diatur dalam UUD 1945, kebebasan berpendapat juga bagian dari pilar demokrasi. Arif Nurul mengharapkan, Presiden Jokowi mengembalikan kewibawaan negara dengan mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi.


Negara, menurut dia, harus memberikan ruang partisipasi masyarakat yang lebar, pelibatan dalam proses kehidupan bernegara secara luas, dan tidak mengebiri hak-hak berpendapat. Dengan demikian beragam bentuk ekspresi warga negara dalam kehidupan berdemokrasi dihargai dan tidak dikriminalisasi. “Jokowi jelas harus melakukan koreksi besar.


Kehidupan demokrasi di Indonesia sudah menjadi contoh bagi dunia. Jangan sampai dimundurkan dan lebih parah dari Orde Baru,” tandasnya. Arif melanjutkan jangan sampai justru Presiden melakukan pembiaran upaya kriminalisasi anak bangsa yang ingin memberikan sumbangsih pemikirannya melalui sebuah pendapat.


“SMS HT itu konyol kalau dikatakan mengancam, siapa yang diancam? Kenapa kok Yulianto takut dengan kalimat akan diberantasnya polapola penegakan hukum yang transaksional dan abuse of power,” paparnya. Saat ini rakyat Indonesia sudah bisa membaca dan melihat dengan jelas. Dengan demikian sangat wajar jika muncul suara miring terhadap kejaksaan karena terlalu sensitif atas SMS tersebut.


“Ini kan bentuk penjegalan kepada HT. Ironisnya Polri juga terlalu gegabah dengan menetapkan HT sebagai tersangka. Penegakan hukum semestinya dijauhkan dari syahwat politik agar rakyat percaya pada penegakan hukum,” tandas Arif.

Ketum Perindo Dikriminalisasi Lewat SMS Dinilai Mengebiri Kebebasan Berpendapat

 Sabtu, 1 Juli 2017 -



JAKARTA – Kebebasan pendapat sebagai bagian pilar demokrasi belakangan mengalami ancaman. Padahal, kebebasan pendapat juga merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari hak asasi manusia (HAM).

"Kasus mutakhir, terkait sangkaan SMS ancaman pada Hary Tanoe, merupakan upaya mengebiri kebebasan pendapat," ujar pengamat politik Arif Nurul Imam, Sabtu (1/7/2017).

Ia mengatakan, upaya memidanakan SMS Hary Tanoe bisa mengarah pada pelanggaran HAM. Sebab, kata dia, hak mengeluarkan pendapat dilindungi UU, bukan malah dikriminalkan.
"Saya kira, selain potensial melanggar HAM, kasus Hary Tanoe juga merupakan ancaman dalam berdemokrasi," ujarnya.

Demokrasi, lanjut Arif, akan hidup dinamis jika kebebasan pendapat dapat dibuka lebar, tanpa ada ancaman kriminalisasi. Apalagi SMS Hary Tanoe, sambungnya, sebagaimana pendapat pakar hukum Mahfud MD, sama sekali tak ada nada ancaman.

"Tanpa kebebasan pendapat demokrasi hanya sekadar lipstik sebab prinsip menghormati HAM merupakan fondasi dalam berdemokrasi," tuturnya.
(erh)

Sumber: Okezone

http://news.okezone.com/read/2017/07/01/337/1726578/ketum-perindo-dikriminalisasi-lewat-sms-dinilai-mengebiri-kebebasan-berpendapat 

Kasus SMS untuk Jegal Elektabilitas HT


Koran Sindo,   Edisi 20-06-2017

JAKARTA – Tuduhan Jaksa Agung M Prasetyo yang menyebut Ketua Umum DPP Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengancam Jaksa Yulianto melalui SMS, diduga terkait Pilpres 2019. Apalagi, elektabilitas HT dan Partai Perindo terus meningkat.

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis melihat ada upaya menjatuhkan elektabilitas HT bersama partai besutannya tersebut. ”Jadi, ini kan ditakuti orang (Partai Perindo) bahaya. Makanya harus diisolasi dari sekarang,” ungkap Margarito di Jakarta kemarin. Ditambah lagi HT disebut-sebut sebagai salah seorang yang akan maju pada Pilpres 2019 mendatang.


Belum lama ini Jaksa Agung M Prasetyo dengan sangat arogan menyebut HT sebagai tersangka dalam kasus SMS. Padahal, Polri yang menangani kasus tersebut menyatakan kasus SMS masih dalam tahap penyelidikan dan status HT hanya sebagai saksi terlapor, sehingga banyak kalangan yang menuding tuduhan Jaksa Agung tersebut sangat tendensius yang kental muatan politiknya.


Meski mendapat serangan tersebut, Margarito meyakini bahwa hal itu tidak akan berpengaruh terhadap elektabilitas HT maupun Partai Perindo. ”Umumnya masyarakat kita ini akan simpati kepada mereka yang terzalimi. Kok, ada orang enggak salah tapi disalahsalahin,” ujarnya. ”Dia (Partai Perindo) bak gadis cantik yang dilirik banyak orang.


Dan, itu menjadi ancaman untuk kekuatan-kekuatan politik lain,” tandasnya. Untuk diketahui, sejak dideklarasikan pada 7 Februari 2015, elektabilitas Partai Perindo terus meroket. Hal itu diperkuat lagi dengan dikeluarkannya hasil exit poll terbaru terkait elektabilitas Perindo ini oleh lembaga konsultan politik Pol- Mark, yang menempatkan Perindo pada peringkat 4 besar.


Sekjen DPP Partai Perindo Ahmad Rofiq menganggap tidak tepat pesan singkat (SMS) yang disampaikan oleh HT disebut mengancam. Dia mempertanyakan dasar dari tuduhan pengancaman tersebut jika dikaitkan dengan kapasitas dan kapabilitas HT dan Perindo sebagai pendatang baru di dunia perpolitikan Tanah Air. ”Saat mengirim SMS, kapasitas Pak HT sebagai pimpinan partai baru, belum ada kekuatan apa pun untuk melakukan ancaman ataupun intimidasi.


Kecuali partai ini sudah ada di Senayan, punya kursi banyak, punya menteri banyak, presiden, kalau begitu pasti (wajar) apabila sensitif dan bisa disalahartikan,” ujar Rofiq saat dihubungi semalam. Rofiq meluruskan bahwa SMS yang dikirimkan adalah bentuk komitmen anak bangsa kepada aparat penegak hukum agar selalu bekerja di jalan yang lurus sebagaimana yang telah menjadi kewajibannya.


Menurut dia, aparat penegak hukum juga diingatkan untuk berdiri di semua golongan dan kepentingan. ”Jadi semestinya apa yang dilakukan HT jadi pesan penegak hukum untuk berlaku dan berbuat semaksimal mungkin,” tutur Rofiq. Ketua Umum Pemuda Perindo Effendy Syahputra menilai bahwa kasus SMS HT hanyalah akal-akalan dari Kejaksaan untuk menjegal tren elektabilitas dari Partai Perindo yang tengah melesat.


”Kehadiran Partai Perindo itu tampaknya tak disukai oleh pemerintah. Dengan elektabilitas partai yang makin melonjak, dengan popularitas Hary Tanoe yang terus naik, pemerintah sepertinya tak suka, maka dari itu dibuatlah kasus seperti ini (SMS),” terang Effendy dalam diskusi yang digelar di iNewsTV,Jakarta, kemarin.


Bahkan, jelas Effendy, pemerintah secara politis melihat bahwa kehadiran Partai Perindo akan mengancam dalam pentas demokrasi di Indonesia. ”Jadi seperti dicari-cari kesalahannya, apa nih,supaya elektabilitas Partai Perindo terhenti,” terang Effendy. Di tempat yang sama, pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengungkapkan bahwa hukum di Indonesia tak boleh dicampuradukkan dengan politik.


”Ini menjadi catatan tersendiri dalam sejarah hukum di Indonesia, apakah kemudian aparat hukum bisa menyiasati hukum untuk menghukum orang tertentu,” paparnya kemarin. Yang menarik lagi, sambung dia, dugaan manipulasi hukum ini menimpa pada seseorang dengan nama besar seperti HT. Dia mengaku tak bisa membayangkan jika kasus ini terjadi pada rakyat kecil.


”Kemungkinan dia (rakyat kecil) tak bisa melawan yang saat di penjara pun masih belum mengetahui sebenarnya salahnya apa,” papar Hendri. Senada, pengamat hukum pidana Universitas Tarumanegara Herry Firmansyah menilai SMS HT tidak terdapat unsur ancaman. Bahkan Herry mencontohkan, jika ia mengambil sampel 100 orang untuk ditanyakan apakah ada unsur ancaman dalam SMS tersebut, dia meyakini hampir seluruhnya sependapat dengan dirinya, bahwa tak ada unsur ancaman dari SMS tersebut.


”Ancaman itu bisa fisik bisa psikis, lihat (SMS itu) dengan jernih dan dibacakan tanpa emosional. Saya yakin hampir semua orang, jika diambil 100 sampel mungkin 90 atau bahkan 99 orang mengatakan bahwa SMS Pak Hary Tanoe tidak ada unsur ancaman,” jelas Herry. Menurut dia, HT pun menyampaikan pesan berupa kalimat yang mengingatkan ke Jaksa Yulianto, bukan mengancam.


Dan, hal tersebut lumrah dilakukan seorang warga negara kepada pihak penegak hukum. ”Dalam SMS itu, saat menyebut oknum pun Pak Hary Tanoe tidak menyebut secara personal, tapi menggunakan kalimat ‘oknum-oknum yang abuse of power’, sangat sopan menurut saya. Kalimat mengingatkan itu memang ada, yang namanya jabatan itu tidak langgeng, itu suatu proses yang biasa dan lumrah, bukan bentuk ancaman,” papar Herry.


Analis politik Point Indonesia, Arif Nurul Imam, mengatakan Jaksa Agung belakangan menunjukkan kinerja yang tak profesional dan buruk. Apalagi, terkait tudingan terhadap HT yang ternyata hoax. Dikatakan Arif, pernyataan M Prasetyo jelas tidak mencerminkan sebagai penegak hukum; pernyataan politis yang patut diduga punya maksud politis terselubung.

Arif menilai penegak hukum yang bermain politik tentu menjadi preseden buruk bagi wajah penegakan hukum di Tanah Air, sebab posisi Jaksa Agung harus independen dan bekerja profesional, bukan bekerja secara politis. ”Saya kira ini layak jadi bahan evaluasi Presiden Jokowi, apalagi ketika kampanye menjanjikan Jaksa Agung yang bukan berasal dari kader partai sehingga bisa bekerja profesional,” ujarnya.

Jika ingin penegakan hukum bisa berjalan adil, Presiden perlu bertindakcepatdenganmelakukan reshuffle Jaksa Agung. Jika dibiarkan maka bisa berimbas pada kepercayaan publik terhadap pemerintah yang dianggap sebagai rezim yang tak mampu menegakkan keadilan.