Minggu, 21 Januari 2018 | 09:21 WIB
·
o
Photo
:
§
VIVA/Eka Permadi
Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Gede Pasek Suardika kubu Oso.
VIVA – Partai
Hanura, kini dirundung dualisme kepengurusan di tingkat pusat. Setelah kubu
Ambhara resmi memecat Oesman Sapta Odang atau Oso selaku ketua umum digantikan
oleh Daryatmo, saat munaslub beberapa hari lalu.
Kubu Oso, tentu tidak ingin menyerah. Sehingga,
kini partai itu dipimpin oleh dua kubu yang berbeda. Dengan peristiwa ini,
Hanura dianggap tidak memiliki managemen konflik yang baik.
“Dualisme kepengurusan ini akan menghambat
konsolidasi partai menghadapi verifikasi parpol, serta kerja-kerja politik
menghadapi Pilkada,” ujar pengamat politik POINT Indonesia Arif Nurul Imam,
kepada VIVA.co.id, Minggu 21 Januari 2018.
Konsolidasi penting, untuk menghadapi pemilu 2019
mendatang. Apalagi, partai ini juga sudah mendeklarasikan mengusung Jokowi pada
pemilu presiden tahun 2019.
Arif khawatir, saat ini masih proses verifikasi
partai oleh KPU. Bisa jadi, Hanura tidak lolos.
“Ini juga mengindikasikan, partai tak memiliki
mekanisme manajemen konflik yang bisa mengelola berbagai konflik kepentingan,”
katanya.
Kehadiran Wiranto, lanjut Arif, dalam ikut
menyelesaikan konflik menjadi penting karena ia memiliki legitimasi politik
sebagai pendiri. Karena itu, ada baiknya segera turun menangani konflik ini.
“Wiranto sebagai pendiri memiliki legitimasi
politik untuk menengahi konflik ini, mengelola perbedaan kepentingan sekaligus
menjadi tokoh untuk menjadi titik temu,” ujar Arif.
Sebagaimana diketahui, Hanura kini memiliki
kepengurusan ganda karena dalam rapat di kubu Ambhara yang dipimpin oleh
Sekretaris Jenderal Hanura Sarifudin Sudding diputuskan untuk memberhentikan
OSO sebagai Ketua Umum dan menunjuk Marsekal Madya (Purn) Daryatmo sebagai
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Hanura.
0 komentar:
Post a Comment