Tuesday, January 23, 2018

"Jelas, Jokowi Butuh 'Amankan' Pilpres 2019..."

·         Nasional
FABIAN JANUARIUS KUWADO
Kompas.com - 24/01/2018, 08:43 WIB




Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Golongan Karya sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1). Presiden melantik Idrus Marham sebagai Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang mengundurkan diri untuk mengikuti Pilkada Jawa Timur. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc/18.(ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI)


JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan Presiden Joko Widodo memperbolehkan Airlangga Hartarto merangkap jabatan sebagai Menteri Perindustrian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar terus menuai pro dan kontra.
Tak hanya Airlangga, Idrus Marham yang baru saja dilantik sebagai Menteri Sosial juga merangkap Koordinator Bidang Hubungan Eksekutif-Legislatif Partai Golkar.

Di kalangan partai politik pendukung pemerintah, hanya PAN yang mengkritik keputusan Jokowi itu.

Sementara PDI-P, Golkar, Nasdem, PKB, dan PPP tidak mempersoalkannya.

Di sisi lain, partai politik oposisi, yakni Gerindra dan PKS, mengkritik habis-habisan.

Keputusan Presiden Jokowi tersebut terus disandingkan dengan komitmennya sejak awal pemerintahan: melarang menteri merangkap jabatan di partai politik.

Butuh dukungan di 2019

Pengamat politik Point Indonesia, Arief Nurul Imam, berpendapat, keputusan Jokowi yang menuai pro dan kontra tersebut tidak lepas dari faktor mengamankan konsolidasi partai politik pendukung pada 2019.

"Jokowi itu terpaksa melanggar komitmennya sendiri karena jelas dia butuh pengamanan Pilpres 2019," ujar Imam kepada Kompas.com, Selasa (23/1/2018).

"Untuk maju di 2019, dia kan harus didukung partai politik. Jadi, saat ini, Jokowi akan mengakomodasi kepentingan politik yang pragmatis, bahkan meskipun bertolak belakang dengan janji semasa awal pemerintahannya sendiri," lanjutnya.

Secara etika politik, kata Imam, keputusan Jokowi menuai perdebatan. Namun, secara politis, keputusan Jokowi itu dinilai tepat.

Sebab, tanpa dukungan partai politik, akan mempersulit Jokowi.

"Ini dilema memang. Namun, Jokowi tahu prioritasnya. Jokowi berpikir elektabilitasnya tinggi, tetapi tanpa dukungan parpol, dia tidak bisa maju. Akhirnya dia sekarang ini mengamankan suara parpol dulu. Baru menggenjot elektabilitas," ujar Imam.

"Ketika tiket dari parpol sudah aman, tahapan kerja politik selanjutnya adalah menggenjot elektabilitas," katanya.

Apalagi, bagi seorang petahana, sebenarnya tidak sulit meningkatkan elektabilitas. Jokowi hanya cukup mengeluarkan kebijakan-kebijakan populis. Suara otomatis bakal terdulang.


Kerja nyata

Lantas, bagaimana Jokowi meredam komentar negatif yang terus dilontarkan partai oposisi? Imam mengatakan, satu-satunya cara agar Jokowi lepas dari kritikan adalah pembuktian kinerja dari para menteri yang rangkap jabatan tersebut.

"Saat kampanye, Presiden kan bilang menteri rangkap jabatan tidak boleh atas alasan pasti tidak efisiensi kerja. Sekarang diperbolehkan merangkap jabatan. Untuk menangkal isu negatif, tunjukkan hasil kerja nyata," ujar Imam.

Dengan menunjukkan kinerja yang baik, publik pasti tidak lagi mempersoalkan ada menteri yang merangkap jabatan.    

Namun, jika sang menteri itu tidak menunjukkan pencapaian fantastis selama sekitar satu tahun sisa periode pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Imam yakin perubahan komitmen Presiden akan terus dipolitisasi, terutama oleh lawan politik.

"Pasti itu akan terus-terusan jadi bahan oposisi sampai nanti 2019," lanjut Imam.
Belum habis kritik terhadap keputusan Jokowi itu, sejumlah partai politik mewacanakan ikut-ikutan menempatkan kadernya yang menjadi menteri pada posisi struktural di partai politiknya.

Salah satunya adalah PDI Perjuangan yang ingin kembali menempatkan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani pada struktural partai.

Hanya Airlangga

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi menegaskan, Presiden Jokowi sejauh ini hanya memberi kelonggaran rangkap jabatan kepada Airlangga Hartarto.

"Bukan mempersilakan para menteri (rangkap jabatan sebagai ketua umum partai). Namun, sebagaimana yang Presiden katakan setelah pelantikan menteri, itu kan hanya berkaitan dengan Airlangga," ujar Johan.

Presiden, lanjut Johan Budi, mempersilakan Airlangga merangkap jabatan Ketua Umum Partai Golkar dan Menteri Perindustrian atas dasar efektivitas.

Pertama, pemerintahan Jokowi-JK secara teknis tinggal berumur satu tahun lagi.
Kedua, Presiden Jokowi memberikan tugas khusus kepada Airlangga berkaitan tugas dan fungsinya sebagai Menteri Perindustrian.

Jika posisi itu diduduki orang baru, Presiden tak yakin orang tersebut dapat menjalankannya dengan baik.

"Ketiga, Airlangga sudah menyampaikan komitmennya bahwa meskipun dia menjabat ketua umum partai, dia akan tetap fokus keKabinet Kerja," ujar Johan.

Sementara untuk Idrus Marham, Johan mengatakan, "Asal bukan ketua umum partai politik."

Untuk para menteri lain yang berasal dari partai politik, Johan mengaku belum dapat menjelaskan secara detail, apakah Presiden Jokowi juga akan mengizinkan rangkap jabatan.

PenulisFabian Januarius Kuwado
EditorInggried Dwi Wedhaswary



Related Posts:

  • Warga Jakarta Menanti Wagub Baru Koran Sindo Jum'at, 31 Januari 2020 - 07:02 WIB views: 5.776 Arif Nurul Imam Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research And Consulting Kekosongan kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta sejak ditinggalkan Sandiaga… Read More
  • Millennials in President Jokowi's inner circle Tuesday, November 26, 2019, 14:55 GMT+7 Indonesian President Joko Widodo (fourth left) and seven millennial members of his inner circle at a meeting on November 21, 2019. Photo: Jakarta Globe Editor’s note: Ar… Read More
  • Legitimasi hasil Pemilu 2019 setelah OTT komisioner KPU Legitimasi hasil Pemilu 2019 setelah OTT komisioner KPU Arif Nurul ImamSenin, 13 Jan 2020 17:09 WIB Tertangkapnya Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberant… Read More
  • Masih Adakah Tepo Seliro? Oleh : Arif Nurul Imam (Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting) Tepo seliro atau tenggang rasa merupakan nasehat bijak yang berasal dari kearifan lokal Jawa. Dalam khazanah budaya Jawa, tepo sa… Read More
  • Pengamat: Unjuk Rasa Gejayan Memanggil, Menginterupsi Kekuasaan Kompas.com - 09/03/2020, 19:53 WIB   Foto Analis politik dan Direktur IndoStrategi Research And Consulting Arif Nurul Imam.(istimewa) Penulis Farid Assifa | Editor Khairina YOGYAKARTA, KOMPAS.com-Aksi unj… Read More

0 komentar:

Post a Comment