·
Nasional
FABIAN
JANUARIUS KUWADO
Kompas.com - 24/01/2018, 08:43 WIB
Menteri Sosial Idrus Marham (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum
Partai Golongan Karya sekaligus Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
(kanan) usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (17/1). Presiden
melantik Idrus Marham sebagai Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar
Parawansa yang mengundurkan diri untuk mengikuti Pilkada Jawa Timur. ANTARA
FOTO/Puspa Perwitasari/foc/18.(ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI)
JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan
Presiden Joko Widodo memperbolehkan Airlangga Hartarto merangkap jabatan
sebagai Menteri Perindustrian sekaligus Ketua Umum Partai Golkar terus menuai
pro dan kontra.
Tak hanya Airlangga, Idrus Marham yang
baru saja dilantik sebagai Menteri Sosial juga merangkap Koordinator Bidang
Hubungan Eksekutif-Legislatif Partai Golkar.
Di kalangan partai politik pendukung
pemerintah, hanya PAN yang mengkritik keputusan Jokowi itu.
Sementara PDI-P, Golkar, Nasdem, PKB,
dan PPP tidak mempersoalkannya.
Di sisi lain, partai politik oposisi,
yakni Gerindra dan PKS, mengkritik habis-habisan.
Keputusan Presiden Jokowi tersebut
terus disandingkan dengan komitmennya sejak awal pemerintahan: melarang menteri
merangkap jabatan di partai politik.
Butuh dukungan di
2019
Pengamat politik Point Indonesia, Arief
Nurul Imam, berpendapat, keputusan Jokowi yang menuai pro dan kontra tersebut
tidak lepas dari faktor mengamankan konsolidasi partai politik pendukung pada
2019.
"Jokowi itu terpaksa melanggar
komitmennya sendiri karena jelas dia butuh pengamanan Pilpres 2019," ujar
Imam kepada Kompas.com, Selasa (23/1/2018).
"Untuk maju di 2019, dia kan harus
didukung partai politik. Jadi, saat ini, Jokowi akan mengakomodasi kepentingan
politik yang pragmatis, bahkan meskipun bertolak belakang dengan janji semasa
awal pemerintahannya sendiri," lanjutnya.
Secara etika politik, kata Imam,
keputusan Jokowi menuai perdebatan. Namun, secara politis, keputusan Jokowi itu
dinilai tepat.
Sebab, tanpa dukungan partai politik,
akan mempersulit Jokowi.
"Ini dilema memang. Namun, Jokowi
tahu prioritasnya. Jokowi berpikir elektabilitasnya tinggi, tetapi tanpa
dukungan parpol, dia tidak bisa maju. Akhirnya dia sekarang ini mengamankan
suara parpol dulu. Baru menggenjot elektabilitas," ujar Imam.
"Ketika tiket dari parpol sudah
aman, tahapan kerja politik selanjutnya adalah menggenjot elektabilitas,"
katanya.
Apalagi, bagi seorang petahana,
sebenarnya tidak sulit meningkatkan elektabilitas. Jokowi hanya cukup
mengeluarkan kebijakan-kebijakan populis. Suara otomatis bakal terdulang.
Kerja nyata
Lantas, bagaimana Jokowi meredam
komentar negatif yang terus dilontarkan partai oposisi? Imam mengatakan,
satu-satunya cara agar Jokowi lepas dari kritikan adalah pembuktian kinerja
dari para menteri yang rangkap jabatan tersebut.
"Saat kampanye, Presiden kan
bilang menteri rangkap jabatan tidak boleh atas alasan pasti tidak efisiensi
kerja. Sekarang diperbolehkan merangkap jabatan. Untuk menangkal isu negatif,
tunjukkan hasil kerja nyata," ujar Imam.
Dengan menunjukkan kinerja yang baik,
publik pasti tidak lagi mempersoalkan ada menteri yang merangkap jabatan.
Namun, jika sang menteri itu tidak
menunjukkan pencapaian fantastis selama sekitar satu tahun sisa periode
pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Imam yakin perubahan komitmen
Presiden akan terus dipolitisasi, terutama oleh lawan politik.
"Pasti itu akan terus-terusan jadi
bahan oposisi sampai nanti 2019," lanjut Imam.
Belum habis kritik terhadap keputusan
Jokowi itu, sejumlah partai politik mewacanakan ikut-ikutan menempatkan
kadernya yang menjadi menteri pada posisi struktural di partai politiknya.
Salah satunya adalah PDI Perjuangan yang
ingin kembali menempatkan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Puan Maharani pada struktural partai.
Hanya Airlangga
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi
Johan Budi menegaskan, Presiden Jokowi sejauh ini hanya memberi
kelonggaran rangkap jabatan kepada
Airlangga Hartarto.
"Bukan mempersilakan para menteri
(rangkap jabatan sebagai ketua umum partai). Namun, sebagaimana yang Presiden
katakan setelah pelantikan menteri, itu kan hanya berkaitan dengan
Airlangga," ujar Johan.
Presiden, lanjut Johan Budi,
mempersilakan Airlangga merangkap jabatan Ketua Umum Partai Golkar dan Menteri
Perindustrian atas dasar efektivitas.
Pertama, pemerintahan Jokowi-JK secara
teknis tinggal berumur satu tahun lagi.
Kedua, Presiden Jokowi memberikan tugas
khusus kepada Airlangga berkaitan tugas dan fungsinya sebagai Menteri
Perindustrian.
Jika posisi itu diduduki orang baru,
Presiden tak yakin orang tersebut dapat menjalankannya dengan baik.
"Ketiga, Airlangga sudah
menyampaikan komitmennya bahwa meskipun dia menjabat ketua umum partai, dia
akan tetap fokus keKabinet Kerja,"
ujar Johan.
Sementara untuk Idrus Marham, Johan
mengatakan, "Asal bukan ketua umum partai politik."
Untuk para menteri lain yang berasal
dari partai politik, Johan mengaku belum dapat menjelaskan secara detail,
apakah Presiden Jokowi juga akan mengizinkan rangkap jabatan.
PenulisFabian Januarius Kuwado
EditorInggried Dwi Wedhaswary
SUMBER KOMPAS http://nasional.kompas.com/read/2018/01/24/08431831/jelas-jokowi-butuh-amankan-pilpres-2019
0 komentar:
Post a Comment