FABIAN
JANUARIUS KUWADO
Kompas.com - 18/01/2018, 08:58 WIB
Ratusan Nelayan dari berbagai daerah yang tergabung dalam Aliansi
Nelayan Indonesia (ANI) menggelar unjuk rasa di Monas, Jakarta Pusat, Rabu
(17/1). Mereka mendesak Pemerintah mencabut Peraturan Menteri Nomor 2/2015 yang
mengatur penggunaan alat cantrang oleh nelayan tradisional. ANTARA FOTO/Dhemas
Reviyanto/ama/18(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah
melunak soal penggunaan alat penangkap ikan jenis cantrang.
Sempat dilarang keras dan akhirnya
menuai protes dari kelompok nelayan Indonesia, khususnya di Pantai Utara Jawa,
cantrang akhirnya diperbolehkan digunakan dengan syarat dan batasan.
Perjalanan
Polemik Cantrang
Catatan Kompas.com, polemik
cantrang berawal dari dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor 02 Tahun 2015 dan
Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2016 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti. Larangan didasarkan pada kajian bahwa penggunaan cantrang bisa
merusak ekosistem laut.
Nelayan Pantura
kemudian tumpah ruah ke depan kantor Menteri Susi hingga Istana menuntut
pemerintah kembali melegalkan cantrang.
Mereka bersikukuh bahwa cantrang tidak
merusak lingkungan. Lebih-lebih cantrang telah menjadi alat mata pencaharian
yang terjangkau bagi mereka.
Isu cantrang lalu mengalami pasang
surut. Entah kebetulan atau tidak, 'goyangan' nelayan itu hanya muncul setiap
hangat-hangatnya isu perombakan kabinet alias reshuffle.
Isu ini juga tak lepas dari bau
politik. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sampai menemui kelompok nelayan hanya
untuk membahas pro kontra cantrang itu pada 26 April 2017.
Setelah bertemu, Cak Imin, sapaan akrab
Muhaimin, mendorong Presiden Jokowi menyelesaikan persoalan itu.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
Budi Gunawan sempat merespons polemik cantrang.
Budi yang biasanya irit bicara,
tiba-tiba berkomentar bahwa ada kartel perikanan di Indonesia yang tengah
berupaya menyerang posisi Susi. Kartel itu merasa terganggu dengan kinerja
positif Susi.
Mei 2017, Presiden Jokowi melunak. Ia
meminta Menteri Susi memperpanjang masa transisi nelayan untuk beralih dari
alat penangkapan ikan cantrang ke alat penangkapan ikan lain yang
direkomendasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menteri Susi juga melunak dengan
memperpanjangnya hingga Desember 2017.
Dalam masa itu, Presiden Jokowi juga
meminta Susi menggiatkan pembagian alat penangkapan ikan pengganti cantrang
kepada nelayan.
"Nelayan Marah,
Jokowi Susah"
Sekitar setengah tahun isu cantrang itu
kembali mereda, Presiden Jokowi menemui perwakilan nelayan pro cantrang di sela
kunjungan kerjanya ke Jawa Tengah, 15 Januari 2018 lalu di salah satu rumah
makan terkenal di Kota Tegal.
Pertemuan itu dilanjutkan di Istana
Merdeka, Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018 kemarin, usai Jokowi melantik lima
pejabat negara yang baru.
Hanya lima orang perwakilan nelayan
yang diterima Presiden Jokowi. Sementara, ada ribuan nelayan dari lima
kabupaten di Jawa Tengah tumpah ruah di Jalan Medan Merdeka Selatan yang
mengawal pertemuan tersebut.
Usai pertemuan, Menteri Susi sendiri
yang menyampaikan hasilnya kepada ribuan nelayan itu.
"Ibu Susi membawa kabar baik. Jadi
(izin penggunaan cantrang) diperpanjang tanpa batasan waktu, tapi tidak boleh
menambah kapal," kata Juru Bicara Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) Hadi
Santoso yang mendampingi Susi di atas mobil orasi.
Nelayan bersorak gembira. Bahkan, ada
yang berteriak, "I love you, Susi".
Susi kemudian menambahkan, nelayan akan
didorong untuk beralih menggunakan alat penangkapan ikan selain cantrang.
KKP akan menyediakan pola bantuan
pinjaman melalui pemerintah daerah masing-masing agar nelayan tidak terlalu berat
dari sisi pembiayaannya.
Susi juga mengatakan, tidak boleh lagi
ada penambahan kapal cantrang.
"Keputusan tadi tolong dihormati.
Saya tidak mau ada kapal cantrang ilegal, tidak punya ukuran, ukuran mark
down masih melaut," kata Susi.
"Setujuuu," jawab para
nelayan kompak.
"Tapi semua harus berniat, beralih
alat tangkap. Setuju?" tanya Susi.
"Setujuuu," jawab para
nelayan.
"Kalau enggak setuju saya cabut
lagi (izin penggunaan cantrang)," ancam Susi.
"Kan katanya sampeyan mau jagain
Pak Jokowi toh.
Kalau Sampeyan bandel terus, nelayan tradisional marah, Pak Jokowi kan juga
susah. Jadi tolong, kompromi ini dipatuhi," lanjut dia.
Demi Suara Nelayan
Pengamat politik Point Indonesia Arif
Nurul Iman melihat serangkaian peristiwa mengenai isu cantrang tarik ulur suara
menjelang 2019.
Iman mengatakan, nelayan Pantai Utara
Jawa cukup banyak jumlahnya. Dari sisi elektoral, itu merupakan lumbung suara.
Apalagi berkaca pada Pilpres 2014, kawasan utara Jawa didominasi oleh pencoblos
Jokowi.
Maka tidak heran jika Jokowi melunak
terhadap tuntutan kelompok nelayan. Ini terlepas dari apakah cantrang
benar-benar merusak lingkungan atau tidak.
"Saya tidak terlalu memahami soal
cantrangnya. Tapi sebagai politikus, Jokowi tidak akan bisa melepaskan keputusannya
dari faktor-faktor pertimbangan politis, salah satunya adalah menjaga
konstituennya," ujar Iman kepada Kompas.com, Kamis (18/1/2018)
pagi.
"Jadi kebijakan yang dia ambil,
termasuk melunak soal cantrang, ini tidak bisa lepas dari bagaimana mendongkrak
elektabilitasnya. Apalagi tahun 2018 ini dan tahun 2019 adalah tahun politik.
Jokowi merasa perlu melakukan itu dan dia diuntungkan kok," lanjut dia.
Manuver politik Jokowi yang melunak
soal cantrang ini, lanjut Iman, sekaligus memberi angin segar bagi PKB.
Cak Imin dan kawan-kawan boleh saja
mengklaim bahwa keputusan Presiden itu merupakan hasil dari 'pressure' yang ia
lakukan selama ini.
Tentu ini membuat popularitasnya di
kalangan nelayan meningkat.
"Itu akan menjadi klaim politik
PKB bahwa aspirasi nelayan telah diperjuangkan dan hasilnya ya sesuai dengan
maunya nelayan. Dari tidak boleh menjadi boleh," lanjut Iman.
Ke depan, tentu hanya waktu yang bisa
membuktikan apakah suara nelayan tetap pada Jokowi atau beralih ke PKB yang
belakangan disebut-sebut hendak membuat poros baru di Pilpres 2019.
Sumber Kompas http://nasional.kompas.com/read/2018/01/18/08584001/jokowi-legalkan-cantrang-demi-suara-nelayan-di-pilpres
0 komentar:
Post a Comment