Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Orang Boleh Pandai Setinggi Langit Tapi Selama ia Tidak Menulis Ia akan hilang didalam Masyarakat dan Sejarah. Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Friday, December 28, 2018

Lima Pendiri PAN Soal Amien Rais Sudah Tak Punya Otoritas


Lima Pendiri PAN Soal Amien Rais Sudah Tak Punya Otoritas
Kamis, 27 Desember 2018 - 11:38 WIB

views: 11.598
Permintaan lima pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) yang meminta Amien Rais mundur dari partai berlambang matahari terbit itu dinilai hanya imbauan. Foto/SINDOnews/Dok 

JAKARTA - Permintaan lima pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) agar Amien Rais mundur dari partai berlambang matahari terbit itu dinilai hanya imbauan.

Pasalnya, Abdillah Toha, Albert Hasibuan, Goenawan Mohammad, Toeti Heraty dan Zumrotin tidak memiliki otoritas untuk memberhentikan Amien Rais.

"Permintaan lima pendiri PAN agar Amin Rais mundur itu hanya imbauan secara moral karena sesama pendiri partai, tapi mereka tak memiliki otoritas untuk memberhentikan Amin Rais," kata Pengamat Politik IndoStrategi Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Kamis (27/12/2018).
Dia berpendapat, permintaan mundur kelima orang tersebut sesungguhnya lumrah saja karena mereka berseberangan dalam Pilpres dengan Amin Rais. Artinya, kata dia, permintaan tersebut bisa dibaca pertarungan mempengaruhi arah kemudi dukungan PAN dalam Pilpres. 
"Namun karena kelima pendiri tersebut sudah tidak berada di struktur partai maka permintaan mundur ke Amin Rais merupakan pilihan politik paling mentok," ucapnya.

Dia melanjutkan, secara otoritas permintaan kelima pendiri PAN tersebut sejatinya tidak ada, apalagi sudah mengundurkan diri.

"Sebagai ikhtiar politik tentu sah-sah saja, meski secara otoritas sebetulnya sudah tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan siapa pun kader di PAN, termasuk Amin Rais. Karena di setiap parpol pasti ada mekanisme pemberhentian kader partai," pungkasnya.


Tuesday, December 25, 2018

Pernyataan SBY Tak Perlu Ditanggapi Berlebihan


Politik


Pernyataan SBY Tak Perlu Ditanggapi Berlebihan


SENIN, 24 DESEMBER 2018 | 08:53 WIB | LAPORAN: SUKARDJITO    

RMOL. Pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tentang dirinya tak ingin diganggu, seyogianya tidak perlu ditanggapi berlebihan, sebab bukan pernyataan yang tendensius, tetapi hanya mengingatkan pemilu yang jujur dan adil. 

Demikian disampaikan analis politik IndoStrategi Arif Nurul Imam, sesaat lalu (Senin, 24/12).  

“Sebaiknya partai pendukung pemerintah menganggap pernyataan tersebut wajar saja, hanya sekadar mengingatkan. Sebab pernyataaan SBY bisa dibaca sebagai warning politik agar Pemilu bisa berjalan jujur dan adil,” kata Arif.

Presiden ke-6 RI usai bertemu calon presiden Prabowo mengeluarkan pernyataan  “Jangan Ganggu Kami”. Hal itu menuai polemik. Sampai politisi PDIP, Aria Bima menganggap SBY memiliki gejala post power syndrome.

“Ini hanya bahasa komunikasi politik biasa saja, tidak tendensius,” tambah Arif.

Menurut Arif, ada sebagian masyarakat termasuk parpol peserta Pemilu merasa khawatir dengan pelaksanaaan akan terjadi kecurangan. Meski demikian, lanjut dia, sepanjang penyelenggara Pemilu bisa independen dan profesional maka Pemilu akan berjalan jujur adil, dan transparan.

“Masyarakat perlu juga terlibat untuk ikut mengawasi pelaksanaan Pemilu agar berjalan adil,” demikian Arif. [jto]


Sunday, December 16, 2018

Markas Prabowo-Sandi Pindah ke Jateng, Relawan Jokowi Makin Kreatif


FARID ASSIFA, KONTRIBUTOR SEMARANG, NAZAR NURDIN
 Kompas.com - 15/12/2018, 15:17 WIB


 Puluhan pengusaha muda yang tergabung dalam Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) Jawa Tengah mendeklarasikan mendukung pasangan Joko Widodo dan Maruf Amin di Pilpres 2019 di Semarang, Jumat (14/12/2018)(KOMPAS.com/NAZAR NURDIN) SEMARANG

 KOMPAS.com - Relawan Pengusaha Muda Nasional ( Repnas) untuk Jokowi-Ma'ruf antusias soal rencana pemindahan markas pemenangan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Jawa Tengah. Pemindahan itu justru membuat kalangan relawan semakin kreatif dalam bekerja.

Ketua dewan pengurus Repnas Jateng, Wijaya Dahlan, mengatakan, sebagai pengusaha muda, pihaknya justru tertantang jika ada pesaing baru di wilayahnya. Dengan begitu, kerja pengusaha akan lebih kompetitif karena ada pesaing.

"Kita pengusaha tanpa ada saingan di kota itu pasti tidak berkembang, tidak punya kreativitas. Tapi kalau ada pesaing, justru bisa kreatif dan membuat tidak lengah," kata Wijaya, Sabtu (15/12/2018).

Kedatangan penantang di basis pemenenangan pasangan nomor 01 dianggap menguntungkan. Dengan begitu, para relawan akan termotivasi untuk bekerja lebih kreatif.
"Kita rapatkan barisan, siapkan kegiatan untuk menyuarakan Jokowi. Dan, kami tentu dipaksa berpikir lebih kreatif," tambahnya.

Terkait rencana pemindahan itu, pihaknya menyambut antusias. Sebab, itu bisa membuat relawan semakin solid. "Kompetisi dalam berpolitik hal wajar," tambahnya. Repnas Jawa Tengah sendiri dideklarasikan pada Jumat (14/12/2018) untuk mendukung pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.

Repnas Jateng bahkan mendirikan posko pemenangan di Jalan Indraprasta, Semarang. Repnas akan ikut berkampanye di daerah untuk pemenangan pasangan calon nomor 01 khusus segmen pemuda dan millenial.

Jangan pandang remeh

 Sementara itu, analis politik Indostrategi, Arif Nurul Iman mengatakan, timses Jokowi-Ma'ruf jangan meremehkan rencana pemindahan posko pemenangan Prabowo-Sandi ke Jawa Tengah.

 Dia menilai, rencana itu merupakan langkah politik untuk menggenjot suara di daerah lumbung suara Jokowi yang merupakan basis PDI-P.

“Rencana pindahnya Posko Prabowo-Sandi ke Jawa Tengah tentu tak bisa dipandang remeh, sebab dengan pindahnya posko berarti serangan darat di daerah tersebut akan makin masif, dan potensi membobol lumbung suara Jokowi,” ujar Arif kepada Kompas.com, Rabu (12/12/21018).

Arif menyebutkan, pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi menang telak dengan selisih suara sekitar 6 juta. Karena itu, langkah tim Prabowo ini bisa dimengerti sebagai upaya merebut suara dikantong Jokowi.

“Salah satu cara menggenjot elektabilitas memang di antaranya harus sering bertatap muka dengan masyarakat, sehingga pindahnya posko ini juga potensi berdampak terhadap perolehan suara,” katanya.

Dikatakan Arif, Pilkada 2017 kemarin, setidaknya bisa menjadi referensi bahwa selisih perolehan suara kandidat yang di dukung Jokowi juga hanya 3 juta suara. Artinya, jika ini bisa dikelola dengan memanfaatkan jejaring politik dalam Pilkada 2017 tidak mustahil Prabowo akan melonjak dukungan.

“Timses Jokowi saya kira tak bisa meremehkan terobosan politik ini. Jangan merasa Jateng sudah basis sehingga tidak memberikan respons terhadap strategi Prabowo tersebut,” tandasnya.


Artikel ini telah tayang di 
Kompas.com dengan judul "Markas Prabowo-Sandi Pindah ke Jateng, Relawan Jokowi Makin Kreatif", 

Editor : Farid Assifa

Thursday, December 13, 2018

Pindah Markas ke Jateng, Upaya Prabowo-Sandi Bobol Lumbung Jokowi


Rabu 12 Desember 2018 17:41 WIB


JAKARTA - Rencana posko pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pindah ke Jawa Tengah (Jateng) merupakan langkah politik untuk menggenjot suara di daerah lumbung suara Joko Widodo (Jokowi). Selama ini, Jateng merupakan basis PDIP sekaligus lumbung suara Jokowi.

“Rencana pindahnya Posko Prabowo-Sandi ke Jawa Tengah tentu tak bisa dipandang remeh. Sebab, dengan pindahnya posko berarti serangan darat di daerah tersebut akan makin masif, dan potensi membobol lumbung suara Jokowi,” ujar Analis Politik Indostrategi Arif Nurul Imam, Rabu (12/12/2018).
Menurut Arif, pada Pilpres 2014, Jokowi menang telak dengan selisih suara sekira 6 juta. Karena itu, langkah tim Prabowo bisa dimengerti sebagai upaya merebut suara di kantong Jokowi.
“Salah satu cara menggenjot elektabilitas memang di antaranya harus sering bertatap muka dengan masyarakat. Sehingga pindahnya posko ini juga potensi berdampak terhadap perolehan suara,” katanya.
Dikatakan Arif, Pilkada 2017 lalu, setidaknya bisa menjadi referensi selisih perolehan suara kandidat yang di dukung Jokowi juga hanya selisih 3 juta suara. Artinya, jika ini bisa dikelola dengan memanfaatkan jejaring politik dalam Pilkada 2017 tidak mustahil Prabowo akan melonjak dukungan.
“Timses Jokowi saya kira tak bisa meremehkan terobosan politik ini. Jangan merasa Jateng sudah basis sehingga tidak memberikan respon terhadap strategi Prabowo tersebut,” pungkasnya.
(Ari)


Monday, September 17, 2018

Permainan Demokrat Main "Dua Kaki" untuk Cari Aman dalam Pilpres 2019



Rachmat Fahzry, Jurnalis · Selasa 11 September 2018 16:55 WIB

Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono bertemu di rumah SBY, Mega Kuningan. Foto: Okezone/Heru Haryono

JAKARTA - Partai Demokrat telah resmi menentukan sikap berkoalisi mendukung pasangan Prabowo Subiantio-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 nanti, tapi nampaknya dukungan itu tidak akan bulad.
Hal ini setidaknya terbaca dari pernyataan dari Komandan Satuan Tugas Bersama(Kogasmas) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono(AHY) yang memberikan kebebasan kadernya untuk memberikan dukungan dalam Pilpres 2019 menuai beragam tanggapan.
“Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja. Sesungguhnya sikap politik ini tidak begitu mengejutkan publik, sebab pada Pilpres 2014 sikap partai besutan SBY ini juga menyatakan netral,” ujar Direktur Lembaga IndoStrategi Arif Nurul Imam dalam rilis yang diterima Okezone, Selasa (11/9/2018).

Namun demikian, karena UU Pemilu yang baru partai politik tidak boleh netral, maka Demokrat secara kelembagaan mendukung paslon Prabowo-Sandi. Namun Demokrat juga membiarkan kadernya untuk mendukung paslon lain. Menurut Arif, subtansi politiknya sama dengan cari aman tetapi cara yang berbeda mensikapi regulasi.
“Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi Pilpres,” ujarnya.
Manuver ini juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat memberikan investasi politik pada paslon Jokowi-Makruf Amin.
“Jika yang menang Jokowi-Makruf Amin menang misalnya, PD (Partai Demokrat) bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet,” pungkasnya.
(fzy)

Sumber Okezone

Mainkan Politik Dua Kaki, Pengamat: Demokrat Cari Aman


Rabu, 12 September 2018 - 10:39 WIB


views: 7.606
Direktur Lembaga IndoStrategi Arif Nurul Imam menilai Partai Demokrat mencari aman dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019. Foto/Ilustrasi/SINDOphoto 

JAKARTA - Partai Demokrat dinilai mencari aman dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019. Sebab walaupun Partai Demokrat mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebagian kadernya mendukung Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin.

"Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja," ujar Direktur Lembaga IndoStrategi Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Rabu (12/9/2018).

Namun, menurut dia, sikap politik Partai Demokrat beserta sebagian kadernya itu tidak begitu mengejutkan publik. "Sebab pada Pilpres 2014 sikap partai besutan SBY ini juga menyatakan netral,” katanya. (Baca: Zulkifli Hasan Tak Menampik Gatot Nurmantyo Masuk Tim Prabowo)

Kendati demikian, kata dia, karena partai politik dalam Undang-Undang Pemilu yang baru tidak boleh netral, maka Demokrat secara kelembagaan mendukung Prabowo-Sandi namun membiarkan kadernya untuk mendukung pasangan calon lain. Menurut Arif, substansi politiknya sama, cari aman dengan cara yang berbeda menyikapi regulasi.

“Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi pilpres,” tandasnya.

Manuver itu, kata dia, juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat memberikan investasi politik pada Jokowi-Ma'ruf. “Jika yang menang Jokowi-Ma'ruf Amin menang misalnya, Partai Demokrat bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet,” pungkasnya.


Wednesday, September 12, 2018


Rabu, 12 September 2018 | 04:05 WIB
Demokrat Dinilai Cari Aman Main Dua Kaki di 2019
Ahmad Farhan Faris



(Foto: inilahcom/ilustrasi)INILAHCOM, Jakarta - Partai Demokrat yang diketuai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden RI pada Pemilu Presiden 2019.

Namun, dukungan Demokrat terhadap Prabowo-Sandi sepertinya tidak bulat karena memberikan kebebasan kepada kadernya untuk mendukung calon lain pada Pemilu Presiden 2019.

Direktur Lembaga IndoStrategi, Arif Nurul Imam menilai pernyataan Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang memberikan kebebasan kadernya mendukung pada Pilpres 2019 hanya main aman.

"Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja. Sesungguhnya sikap politik ini tidak begitu mengejutkan publik, sebab pada Pilpres 2014 sikap partai besutan SBY ini juga menyatakan netral," kata Arif kepada INILAHCOM, Selasa (11/9/2018).

Menurut dia, Undang-Undang Pemilu yang baru mengatur memang partai politik tidka boleh netral sehingga Demokrat secara kelembagaan mendukung pasangan Prabowo-Sandi.

Akan tetapi, kata dia, Demokrat justru membiarkan kadernya untuk mendukung pasangan calon Joko Widodo-Maruf Amin. Maka, langkah Demokrat ini mencari aman.

"Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi Pilpres," ujarnya.

Ia mengatakan manuver ini akan menunjukkan bahwa Partai Demokrat memberikan investasi politik pada pasangan calon Jokowi-Makruf Amin.

"Jika yang menang Jokowi-Makruf Amin menang misalnya, PD bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet," tandasnya.[ris]

Sumber Inilahcomhttps://m.inilah.com/news/detail/2479363/demokrat-dinilai-cari-aman-main-dua-kaki-di-2019

Pengamat: Demokrat Cari Aman Dalam Pilpres



POLITIK  SELASA, 11 SEPTEMBER 2018 , 20:58:00 WIB | LAPORAN: RIZAL FADILLAH


Arif Nurul Imam/RMOLJabar
RMOLJabar. Meski Partai Demokrat telah resmi menentukan sikap berkoalisi mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 nanti, tapi nampaknya dukungan itu tidak akan bulad.

Direktur Lembaga IndoStrategi, Arif Nurul Imam mengungkapkan, hal itu setidaknya terbaca dari pernyataan dari Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasmas) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang memberikan kebebasan kadernya untuk memberikan dukungan dalam Pilpres 2019 menuai beragam tanggapan.

Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja. Sesungguhnya sikap politik ini tidak begitu mengejutkan publik, sebab pada Pilpres 2014 sikap partai besutan SBY ini juga menyatakan netral,” ucapnya pada RMOLJabar, Selasa (11/09).

Namun demikian, karena UU Pemilu yang baru partai politik tidak boleh netral maka Demokrat secara kelembagaan mendukung paslon Prabowo-Sandi, namun membiarkan kadernya untuk mendukung paslon lain.

Menurut Arif, subtansi politiknya sama, cari aman dengan cara yang berbeda mensikapi regulasi. Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi Pilpres,” ujarnya.

Manuver ini juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat memberikan investasi politik pada paslon Jokowi-Ma'ruf Amin.

Jika yang menang Jokowi-Ma'ruf Amin menang misalnya, PD bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet,” pungkasnya. [yud]


Tuesday, September 11, 2018

Pengamat: Jika Jokowi Menang, Demokrat Bisa Minta Konsesi



11 September 2018 19:30 WIB John Andhi OktaveriNasionalShare :    


Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan keterangan pers seusai pertemuan di Jl Kertanegara, Jakarta, Senin (30/7 - 23018). (Antara / Sigid Kurniawan)
Solopos.com,  JAKARTA -- Direktur Lembaga IndoStrategi, Arif Nurul Imam, mengatakan bahwa manuver politik Partai Demokrat dalam Pemilu Presiden (PIlpres) 2019 tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2014. Partai berlambang mercy itu dinilai cenderung memilih cara aman.
Menurut Arif, dengan mengizinkan kadernya menentukan sendiri pilihan politik yang berseberangan dari garis kebijakan partai, maka partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memainkan politik cari aman dengan formasi yang berbeda.
 “Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi Pilpres,” ujarnya, Selasa (11/9/2018).
Dia pun menyebut manuver tersebut juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat sengaja memberikan investasi politik pada paslon Jokowi-Ma'ruf Amin. “Jika yang menang Jokowi-Ma'ruf Amin misalnya, Demokrat tetap bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet,” katanya.
Menurutnya, dengan membolehkan kadernya membelot mendukung petahana Jokowi-Ma'ruf Amin, berarti Partai Demokrat secara substantif punya strategi cari aman. Pasalnya, hal tersebut bertentangan dengan sikap resmi Demokrat yang sudah memutuskan berkoalisi dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019.
“Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja,” katanya.
Arif menilai sesungguhnya sikap politik itu tidak begitu mengejutkan publik. Paalnya, pada Pilpres 2014 sikap partai itu menyatakan netral. Namun karena Undang-Undang Pemilu melarang partai politik netral, maka Partai Demokratsecara kelembagaan mendukung paslon Prabowo-Sandi. Hanya saja, partai itu sekaligus membiarkan kadernya mendukung paslon petahana.
Sumber Solopos http://news.solopos.com/read/20180911/496/939133/pengamat-jika-jokowi-menang-demokrat-bisa-minta-konsesi

Permainan Demokrat Main "Dua Kaki" untuk Cari Aman dalam Pilpres 2019



Rachmat Fahzry, Jurnalis · Selasa 11 September 2018 16:55 WIB

Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono bertemu di rumah SBY, Mega Kuningan. Foto: Okezone/Heru Haryono

JAKARTA - Partai Demokrat telah resmi menentukan sikap berkoalisi mendukung pasangan Prabowo Subiantio-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019 nanti, tapi nampaknya dukungan itu tidak akan bulad.
Hal ini setidaknya terbaca dari pernyataan dari Komandan Satuan Tugas Bersama(Kogasmas) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono(AHY) yang memberikan kebebasan kadernya untuk memberikan dukungan dalam Pilpres 2019 menuai beragam tanggapan.
“Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja. Sesungguhnya sikap politik ini tidak begitu mengejutkan publik, sebab pada Pilpres 2014 sikap partai besutan SBY ini juga menyatakan netral,” ujar Direktur Lembaga IndoStrategi Arif Nurul Imam dalam rilis yang diterima Okezone, Selasa (11/9/2018).

Namun demikian, karena UU Pemilu yang baru partai politik tidak boleh netral, maka Demokrat secara kelembagaan mendukung paslon Prabowo-Sandi. Namun Demokrat juga membiarkan kadernya untuk mendukung paslon lain. Menurut Arif, subtansi politiknya sama dengan cari aman tetapi cara yang berbeda mensikapi regulasi.
“Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi Pilpres,” ujarnya.
Manuver ini juga menunjukkan bahwa Partai Demokrat memberikan investasi politik pada paslon Jokowi-Makruf Amin.
“Jika yang menang Jokowi-Makruf Amin menang misalnya, PD (Partai Demokrat) bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet,” pungkasnya.
(fzy)

Sumber Okezone https://news.okezone.com/read/2018/09/11/605/1949043/permainan-demokrat-main-dua-kaki-untuk-cari-aman-dalam-pilpres-2019

Sikap Demokrat Dinilai tak Mengejutkan



Selasa 11 September 2018 22:31 WIB
Red: Muhammad Hafil
0
Logo Partai Demokrat
Foto: DOKREP
REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sikap Partai Demokrat yang mengizinkan sejumlah kadernya untuk mendukung Jokowi-KH Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 dinilai tak mengejutkan. Karena, Demokrat juga pernah melakukannya pada Pilpres 2014 di mana menempatkan posisi sebagai partai yang netral.
“Politik dua kaki yang dimainkan Partai Demokrat adalah sebagai cara mencari aman saja. Sesungguhnya sikap politik ini  tidak begitu mengejutkan publik, sebab pada Pilpres 2014 sikap partai besutan SBY ini juga menyatakan netral,” ujar Direktur Lembaga IndoStrategi Arif Nurul Imam kepada Republika.co.id, Selasa (11/9).
Namun, menurut Direktur Lembaga IndoStrategi Arif Nurul Iman, karena UU Pemilu yang baru partai politik tidak boleh netral maka Demokrat secara kelembagaan mendukung paslon Prabowo-Sandi, namun membiarkan kadernya untuk mendukung paslon lain. Menurut Arif, subtansi politiknya sama, cari aman dengan cara yang berbeda mensikapi regulasi.
“Meski parpol bukan satu-satunya variabel meraih kemenangan, namun soliditas partai pendukung menjadi salah satu kunci memenangkan laga kontestasi Pilpres,” ujar Arif.

Menurut Arif, dengan sikap seperti ini, Demokrat menunjukkan sedang menanamkan investasi politik pada paslon Jokowi-Makruf Amin. “Jika yang menang Jokowi-Makruf Amin menang misalnya, PD bisa meminta imbalan konsesi politik seperti jatah di kabinet,” katanya.
Sejumlah elite politik pengurus Partai Demokrat di daerah diberi perlakuan khusus untuk mendukung Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 mendatang. Meski demikian, Demokrat membantah 'main dua kaki' pada Pilpres mendatang.
"Partai Demokrat memberikan perlakuan khusus di daerah yang bukan lumbung suara Prabowo-Sandiaga. Kalau namanya penghianatan (dua kaki) dari kita adalah kalau di basis Pak Prabowo, kita nggak dukung dia, itu baru penghianatan. Kita kan ada kebutuhan caleg juga untuk nyaleg, jadi fleksible movement," ujar Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief, Ahad (9/9).
Menurut Andi, hal itu tidak hanya dilakukan oleh Partai Demokrat. "Di kubu PKS, kubu PAN juga ada daerah daerah yang nggak mungkin bisa mendukung.  Jadi kita sikapnya mencari rumusan yang pas aja deh, jadi bukan dikasih dispensasi," ujar Andi.

sumber https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/09/11/pewdrr430-sikap-demokrat-dinilai-tak-mengejutkan

Thursday, August 9, 2018

Dua Faktor yang Membuat Jokowi dan Prabowo Belum Umumkan Cawapres




views: 4.394
Presiden Jokowi dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berkuda bersama di halaman kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, tahun 2016 silam. Foto/Ilustrasi/SINDOnews

JAKARTA - Sejumlah partai politik (parpol) yang tidak puas dalam koalisi pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun Prabowo Subianto dinilai berpeluang membentuk poros sendiri.

Kendati demikian, menurut Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam, peluang pembentukan poros ketiga itu kecil. "Kemungkinan itu ada, tapi potensi muncul poros ketiga kecil," kata Arif kepada SINDOnews, Senin (6/8/2018). (Baca juga: Peta Koalisi Masih Alot, Terbentuknya Poros Ketiga Masih Terbuka)

Terkait sikap Jokowi dan Prabowo yang belum mengumumkan masing-masing calon wakil presiden (cawapres), Arif menilai ada beberapa penyebabnya.

"Pertama, karena hingga saat ini di kedua kubu tersebut juga masih saling tarik ulur siapa yang bakal diajukan sebagai cawapres, ini terjadi di dua kubu," ujarnya.

Menurut dia, bukan hal mudah memilih cawapres. Dia menduga setidaknya ada dua hal yang dipikirkan Jokowi maupun Prabowo, yakni daya ungkit elektabilitas dan dukungan koalisi.

"Di titik inilah terjadi perdebatan dan tarik ulur yang begitu dinamis, sehingga hingga sekarang belum ada kepastian siapa tokoh yang akan menjadi cawapres dari dua tokoh tersebut," katanya.

Sementara itu, penyebab lainnya karena kedua kubu masih saling mengintip, karena pilihan siapa cawapres memiliki pengaruh besar terhadap elektabilitas jika sudah berpasangan.

"Ini tentu akan tak lepas dari kalkulasi elektoral untuk melihat potensi kemenangan," ujarnya.
(dam)

Tuesday, July 31, 2018

Pengamat Kritik Larangan Jurnalis Liput Rekapitulasi Pilwalkot Makassar


Jum'at, 29 Juni 2018 - 22:19 WIB


views: 4.639
Tindakan Komisi Pemilihan Umum Daerah yang melarang jurnalis meliput pelaksanaan perhitungan suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar terus dikritik. Ilustrasi/SINDOnews 
JAKARTA - Tindakan Komisi Pemilihan Umum Daerah yang melarang jurnalis meliput pelaksanaan perhitungan suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar terus dikritik. Kali ini, kritikan datang dari Pengamat Politik POINT Indonesia, Arif Nurul Imam.

"Larangan wartawan meliput rekapitulasi hasil Pilkada jelas tindakan yang tidak dibenarkan," kata Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Jumat (29/6/2018) malam.

Sebab, menurut Arif, sidang pleno paripurna rekapitulasi suara secara legal bersifat terbuka. "Sehingga tidak dibenarkan melarang kegiatan jurnalisme untuk mendapatkan informasi," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, keterbukaan dalam era demokrasi adalah prasyarat agar dapat melahirkan Pilkada yang bersih, jujur dan adil. Sebelumnya, pelarangan jurnalis meliput pelaksanaan perhitungan suara Pilwalkot Makassar itu dikritik sejumlah pihak.

Di antaranya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Sulawesi Selatan (Pengda Sulsel) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar.
(nag)