Hapus Upah dan Cuti, Pengamat: Omnibus Law Perlu
Mendengar Aspirasi Buruh
Minggu, 16 Februari 2020 - 09:13 WIB
views: 13.271
JAKARTA - Pengamat Politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam menilai
draf Omnibus Law Cipta Kerja perlu dikritisi. Sebab Omnibus Law itu menghapus
aturan soal upah yang seharusnya diterima buruh atau pekerja bila berhalangan
tidak masuk kerja.
Selain itu, lanjut dia, rancangan
undang-undang (UU) itu juga menghapus aturan pemberian waktu istirahat panjang
atau cuti panjang bagi pekerja yang masa kerjanya di sebuah perusahaan sudah
lebih dari 6 tahun.
“Rancangan UU ini perlu dikritisi, perlu
mendengar aspirasi buruh. Jangan sampai sepihak, hanya menguntungkan pengusaha
saja,” kata Arif Nurul Imam kepada SINDOnews, Minggu (16/2/2020).
Arif menegaskan, salah
satu syarat membuat kebijakan adalah harus partisipatif, yakni mendengar dari
semua stakeholder terkait.
“Omnibus Law RUU
Ciptakan Lapangan Kerja ini sangat merugikan buruh, karena menghapus upah jika
buruh berhalangan masuk kerja dan dihilangkannya cuti panjang bagi pekerja yang
masa kerjanya di sebuah perusahaan sudah lebih dari 6 tahun,” tuturnya.
Lebih lanjut dia
mengatakan, Presiden Jokowi seharusnya memperhatikan sektor perburuhan secara
komprehensif. Hal ini lantaran buruh atau lapisan rakyat kecil sebagian besar
pendukung dalam Pilpres 2019, karena figur Jokowi dianggap pro rakyat
kecil.
“Jangan sampai mengingkari amanat rakyat kecil, karena Pak Jokowi didukung oleh para buruh lantaran dianggap bisa memperjuangkan wong cilik,” pungkasnya.
0 komentar:
Post a Comment