
Lahir dan besar di kampung yang ‘ndeso’, tentu saja mengajarkan banyak pelajaran hidup, sekaligus menjadi sumber inspirasi
yang nyaris tiada habis. Meski demikian, tidak sedikit orang kurang percaya
diri bila menyebut dirinya berasal dari kampung, apalagi pelosok. Mereka merasa
inferior karena akan dianggap kuper, bodoh, dan terbelakang.
Meski demikian, perkembangan selanjutnya istilah ndeso menjadi populer dan ‘naik kelas’ sejalan bergesernya pasar politik di Indonesia. Hal ini lantaran sosok politisi fenomenal Jokowi yang akhirnya menjadi presiden mampu menampilkan citra diri berlatar-belakang dan berkarakter ndeso. Ia hadir sebagai antitesis politisi selama ini. Tampilan dan karakternya persis masyarakat ndeso yang lugu, merakyat, dan sederhana.
Fenomena ini, tak berlebihan jika kemudian mendorong para tokoh-tokoh untuk mencitrakan diri dan berusaha menampilkan karakter diri yang lekat dengan ndeso. Ndeso, pada gilirannya, menjadi marketable dan familier dikalangan publik.
Meski demikian, perkembangan selanjutnya istilah ndeso menjadi populer dan ‘naik kelas’ sejalan bergesernya pasar politik di Indonesia. Hal ini lantaran sosok politisi fenomenal Jokowi yang akhirnya menjadi presiden mampu menampilkan citra diri berlatar-belakang dan berkarakter ndeso. Ia hadir sebagai antitesis politisi selama ini. Tampilan dan karakternya persis masyarakat ndeso yang lugu, merakyat, dan sederhana.
Fenomena ini, tak berlebihan jika kemudian mendorong para tokoh-tokoh untuk mencitrakan diri dan berusaha menampilkan karakter diri yang lekat dengan ndeso. Ndeso, pada gilirannya, menjadi marketable dan familier dikalangan publik.
Sebagai orang ndeso, tentu saya ikut
senang atas fenomena politik dewasa ini. Sebab, fenomena tersebut secara psikologis
mampu meng-injeksi semangat dan kepercayaan orang-orang ndeso. Bahwa orang
ndeso bisa berprestasi dan tak kalah bersaing dengan orang kota, atau yang
merasa sok jadi orang kota.
Dalam desain pembangunan kita,
memang ndeso masih saja menjadi anak tiri pembangunan, setidaknya jika melihat
postur angggaran yang digelontorkan untuk membangun desa. Padahal warga
Indonesia mayoritas tinggal di perdesaan.
Hadirnya undang-undang desa,
setidaknya menjadi penawar dahaga dan sekaligus potensial sebagai daya ungkit bagi kemajuan desa. Apalagi jika
di sertai dengan mekanisme dan instrumen yang akurat serta memadai. Saya berharap,
akan ada terobosan dan kebijakan progresif lainnya dari para pemangku
kepentingan agar kesenjangan pembangunan bisa di nihilkan.
Untuk para elit politik yang
sekarang gemar memakai label ndeso, berpihaklah pada desa, jangan cuma kau
gunakan sebagai brand politik semata. Rakyat ndeso menunggu kebijakan yang berpihak pada ndeso. Membangun Desa Membangun
Indonesia.
5 November 2014
0 komentar:
Post a Comment