Tuesday, November 4, 2014

Catatan Pengalaman Mengikuti Faisal Basri


Faisal Basri adalah sosok tokoh publik yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Ia dikenal sebagai ekonom yang kritis, politisi dan aktifis. Gagasan-gagasannya banyak dicurahkan dalam bentuk tulisan yang banyak bertebaran di media massa selain beberapa buku. Itu sebabnya, lelaki kelahiran 6 November 1959, oleh sejumlah kalangan, misalnya Wakil Presiden Bodiono menyebut dia sebagai sosok intelektual aktifis yang tak puas hanya berkutat pada tataran teori dan konsep, namun berusaha keras untuk mewujudkannya.




Secara pribadi saya mengenal karena membaca tulisan-tulisannya yang rutin di kolom analisis ekonomi politik disebuah harian nasional. Mulai saat itu, perlahan-lahan saya mulai mengagumi kapasitas intelektualnya, selain integritasnya. Karena mengagumi, oleh karena itu, tidak aneh jika kemudian saya mulai mengkliping tulisan-tulisan tersebut yang kadang saya baca berulang-ulang. Kebetulan pula, saya memiliki minat untuk bisa menulis sehingga menjadi salah satu referensi bagaimana menulis dengan runtut dan sistematis. Perjumpaan pertama dengan pendiri dan mantan Sekjend DPP PAN ini, pada acara deklarasi Komite Persiapan Pergerakan Indonesia(KPPI), di Yogyakarta sekitar tahun 2004. Dia datang bersama Nurcholis Madjid untuk memberikan ceramah yang dihadiri oleh para aktifis di kota gudeg tersebut. Waktu itu, saya hanya sekadar bisa salaman saja. Saya duduk sekitar 10 meter di sebelahnya. Anehnya, meski belum mengenal, matanya lama menatap saya dan berulang-ulang. Selanjutnya, setiap datang ke Jogja, saya diajak teman-teman untuk ikut diskusi dengannya.


Sejak saya hijrah ke Jakarta, intensitas pertemuan dan kesempatan mengikuti diskusi makin sering sehingga sejumlah keheranan muncul dalam benak saya. Keheranan itu terutama soal gaya hidup yang sangat bertolak belakang dengan gaya hidup para elit politik atau sebagian besar tokoh. Gaya hidupnya sederhana, egaliter, tidak elitis dan memandang semua orang setara, tanpa melihat status sosial atau jabatannya. Jiwa egaliternya, misalnya, yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, ia menolak diberikan kopi dengan gelas yang privilise. Dalam Pilgub DKI Jakarta 2012, Faisal Basri yang maju dari jalur independen yang berpasangan dengan Biem Benjamin, saya mendapat kesempatan istimewa untuk setiap saat bersamanya. Di team kampanye, saya di tugasi dibidang konten dan media yang bertanggung jawab menuliskan gagasan-gagasan kandidat. Secara pribadi, memang dia pernah mengajak saya untuk mendampingi dalam aktivitas kampanyenya. Menurut sejumlah teman di team, sebut saja Mas Fachry(Fotografer) dan Mas Ririn, saya diajak karena bisa nyambung ketika diskusi. Dugaan saya, kenyambungan diskusi itu dikarenakan saya selalu mengikuti tulisan-tulisannya maupun komentar-komentarnya di media televisi maupun media massa, sejak delapan tahun silam.


Awal-awal mengikutinya, saya seperti orang mimpi karena mengikuti sosok yang selama ini saya kagumi. Ketika jadwal kampanye belum begitu padat, setiap pagi saya datang dirumahnya. Keheran-heranan saya makin bertambah, sebab, kadang ia menyeduhkan kopi untuk saya. Sesuatu yang jarang dilakukan oleh seorang tokoh. Kesempatan mengikuti setiap waktu, tentu saja, menjadi kesempatan emas untuk menimba ilmu dan pengalaman. Jika ada waktu longgar, hampir pasti saya mencuri waktu untuk mengajak diskusi. Setiap ada kesempatan, saya hampir pasti melempar pertanyaan sebagai bahan diskusi. Kendati secara intelektual, saya bukan levelnya tidak pernah muncul arogansi intelektual, sebab ia selalu menghargai pendapat saya. Meminjam bahasanya Mas Fahry, saya asyik jika berdiskusi sehingga ada semacam kenikmatan intelektual.

Topik diskusinya pun beragam, bukan hanya soal ekonomi dan politik, namun aneka persoalan kehidupan dalam beragam perspektif atau sudut pandang. Salah satu kelebihannya, antara lain, kecermatan dalam menganalisis sebuah permasalahan dengan menggunakan beragam perspektif. Secara intelektual, itulah salah satu ilmu yang saya dapatkan. Jika memperkenalkan team pada pihak lain, ia tak pernah mengatakan ini anak buah saya. Yang sering ia katakan ini teman saya, ini adik-adik saya. Tidak bergaya ngeboss. Ia juga sangat jarang sekali memerintah, selagi bisa mengerjakan sendiri. Setahun saya mengikuti, hampir tak pernah memerintah. Jika pernah, tidak lebih dari hitungan jari sebelah. Jika terpaksa harus memerintah, pasti diawali dengan minta tolong.


Tentu ia bukanlah manusia sempurna, namun sepengetahuan saya mendekati sempurna. Namun penilaian saya itu makin yakin mendekati kebenarannya, sebab koleganya yang juga seorang tokoh antikorupsi Teten Masduki, pernah menyebut bahwa Faisal Basri adalah manusia yang seperti malaikat.”Bang Faisal adalah orang terbersih dari kalangan kami(antikorupsi)” kata Teten Masduki di suatu kesempatan. Meski dalam Pilgub DKI Jakarta tidak lolos pada putaran kedua, Faisal Basri telah memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan proses demokratisasi di Tanah Air. Ia beserta teamnya telah mampu memperkenalkan politik yang bermartabat, murah dan menempatkan warga sebagai subjek politik.


Related Posts:

  • Kekancan Saklawase Catatan Reuni SMP 2 Sentolo Pada 13 Juni kemarin, kami mengadakan reuni alumni SMP 2 Sentolo yg kini berganti nama SMP 1 Samigaluh di Kebun Krisan, Gerbosari, Samigaluh, Kulonprogo. Meski hanya satu angkatan 96 dan … Read More
  • Masih Adakah Tepo Seliro? Oleh : Arif Nurul Imam (Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting) Tepo seliro atau tenggang rasa merupakan nasehat bijak yang berasal dari kearifan lokal Jawa. Dalam khazanah budaya Jawa, tepo sa… Read More
  • Pengkultus dan Pendukung Rasional Jokowi Jokowi, presiden RI ke-7 yang terpilih secara demokratis memang tidak semua pendukungnya bercorak rasional, melainkan kombinasi antara pendukung rasional dan pengkultus. Kombinasi inilah yang mampu menghantarkan di kursi… Read More
  • Tiga Simpul Massa Aksi 411 Ada sejumlah dugaan mengapa aksi demontrasi 4 November 2016 kemarin mampu menggerakkan massa yang cukup besar. Kita paham memobilisasi massa, apalagi di Jakarta bukan perkara mudah. Dari pengamatan dan hasil wawancara s… Read More
  • Ancaman Krisis Sejak Jokowi-Jusuf Kalla dilantik, situasi ekonomi bangsa kita belum menunjukkan arah dan gejala perbaikan yang signifikan. Jargon Nawacita serta berbagai langkah yang dilakukan tim ekonomi, ternyata belum mampu mencari j… Read More

0 komentar:

Post a Comment