Potret pembangunan di sejumlah kota besar di Indonesia, sejauh ini, belum
menunjukan keberpihakan yang jelas pada nasib kehidupan rakyat kecil.
Penggusuran perkampungan warga, misalnya, adalah potret pembangunan yang
hingga kini masih digemari oleh para pengambil kebijakan. Tak terkecuali di kota megapolitan Jakarta.
Padahal, pembangunan sesungguhnya ditujukan sebagai daya upaya untuk
menghadirkan tatanan masyarakat yang adil, makmur, nyaman, dan bahagia.
Hanya saja, tujuan mulia ini acapkali justru menjadi tameng para
penguasa untuk menggusur warga. Kata pembangunan seakan menjadi mantra
sakti, selain alasan pembenar untuk menggusur warga.
Sudah tidak terhitung lagi jumlah warga Jakarta yang justru merasa
terancam serta dirugikan oleh adanya proyek yang mengatasnamakan
pembangunan. Sebut saja, kawasan yang sebelumnya daerah perkampungan
kumuh, tidak sedikit telah bersalin rupa menjadi hamparan bangunan
gedung pencakar langit. Akibatnya, warga harus tersingkir dan berpindah
ke tempat lain. Demi pembangunan, apapun boleh dilakukan, meski harus
menyingkirkan rakyat kecil.
Pembangunan model semacam ini, sudah tentu, bukanlah pilihan yang paling
tepat dan relevan. Kita harus mencari jalan keluar, agar pembangunan
sedapat mungkin bisa berjalan sebagaimana tujuan utamanya. Pembangunan
yang benar-benar mampu mendorong serta meningkatkan kualitas derajat
hidup manusia, seperti, tersedianya rumah layak huni , fasilitas
kesehatan yang memadai, adanya ruang dan fasilitas publik, disamping
tersedianya Ruang Terbuka Hijau(RTH) yang mencukupi.
Bagi kota Jakarta, menghadirkan pembangunan yang ramah sosial serta
ramah lingkungan bukanlah sebuah kemustahilan alias sangat memungkinkan.
Aneka potensi dan sumber daya melimpah, disamping memiliki sumber
pendanaan yang mencukupi. Permasalahanya, hanya pada level political
will dari pengambil kebijakan.
Konsep membangun tanpa menggusur, sesungguhnya tidaklah sulit
dilaksanakan. Sekadar contoh, daerah perkampungan kumuh dan padat yang
selama ini dibayang-bayangi oleh momok penggusuran, sangat mungkin
disulap menjadi daerah yang mentereng, necis, layak, dan mempunyai daya
ungkit pemberdayaan ekonomi bagi warga.
Nalarnya sederhana, sebuah kawasan perkampungan kumuh yang semula
berjubel rumah warga, bisa ditata menjadi apik dan berfungsi tiga
aspek. Rumah-rumah warga, harus dibangun horizontal dengan model rumah
susun 3 lantai, dengan demikian, menyisakan lahan seluas sekitar 70
persen.
Dari luas lahan 70 persen inilah kemudian dibagi lagi menjadi dua;
separo untuk ruang publik serta RTH yang bisa digunakan, misalnya,
sebagai tempat bermain anak-anak, mendirikan tempat ibadah atau kegiatan
positif lainya. Sebagian lagi dapat diperuntukan sebagai kawasan bisnis
yang dimiliki oleh warga. Kawasan ini bisa menjadi ladang kegiatan
ekonomi produktif yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan warga.
Konsep semacam ini sangat realistis, dan tidak akan menimbulkan kerugian
di salah satu pihak. Tidak akan ada lagi cerita warga tergusur atau
kisah pemiskinan karena pembangunan. Hanya saja, konsep pembangunan
semacam ini, tidak bisa lepas dari peran pemerintah.
Tugas pemerintah adalah memfasilitasi dengan membentuk Perseroan
Terbatas (PT) yang di bebani tanggung jawab untuk membangun program
penataan kawasan permukiman kumuh tersebut. Itu sebabnya, modal awal
sebesar 50 persen berasal dari pemerintah, dan sebagian lagi merupakan
modal warga. Andaikan saja, modal warga tidak mencukupi, bisa saja
mengundang investor untuk menanamkan modal dengan pembatasan maksimal 20
persen.
Model semacam ini, sangat terang, menempatkan warga bukan subjek untuk
digusur, melainkan ajeg sebagai pemilik. Warga masih tetap memiliki, dan
bahkan mempunyai potensi meraup untung dari kawasan yang diperuntukan
sebagai kawasan bisnis atau usaha. Ini sangat terang, pembangunan tanpa
menggusur, bahkan pembangunan yang memberdayakan.
Konsep pembangunan semacam inilah yang harus dijalankan saat ini dan
kedepan agar warga Jakarta tidak terusir dari tanah kelahiranya lantaran
proyek pembangunan. Jika bisa dilaksanakan, tentu saja, bukan hanya
akan mengangkat derajat perekonomian warga semata, tapi juga akan
menjadikan kawasan perkampungan kumuh menjadi kawasan yang sehat,
nyaman, aman, makmur, dan bahagia sebagaimana harapan warga Jakarta.
*Dimuat di www.faisalbiem.com
(Arif Nurul Imam - Disarikan dari diskusi dengan Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta 2012 dari Independen Faisal Basri)
0 komentar:
Post a Comment