·
Selasa, 13 Februari 2018 | 14:37 WIB
·
o
Photo
:
§ ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Ilustrasi Sidang Paripurna DPR. Ruangan kosong melompong.
VIVA –
Keputusan DPR mensahkan revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), menuai banyak
kritik. Bahkan, pasal-pasal yang baru disahkan pada paripurna Senin kemarin
itu, dinilai sebagai bentuk pengingkaran terhadap cita-cita Reformasi 1998.
"Setidaknya ketiga pasal tambahan tersebut perlu dikoreksi, karena
potensial mengebiri demokrasi. Ini jelas pengingkaran terhadap reformasi,” ujar
pengamat politik dari POIN Indonesia, Arif Nurul Imam, Selasa 13 Februari 2018.
Pasal 73 dikatakan bahwa DPR bisa melakukan pemanggilan paksa terhadap
instansi tertentu dengan meminta bantuan kepolisian.
Pasal 122 sebagai tambahan bahwa DPR bisa mengambil langkah hukum
terhadap pihak tertentu yang dianggap melecehkan lembaga dan anggota. Mahkamah
Kehormatan Dewan (MKD), yang diberi wewenang.
Sementara Pasal 245 yang juga merupakan tambahan, adalah pemanggilan dan
permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis
Presiden dan pertimbangan MKD.
Padahal pada Mei 2018 nanti, Reformasi akan memasuki usia yang ke-20
tahun. Tetapi justru DPR, membuat peraturan yang dianggap bisa menghalangi
setiap orang untuk mengkritik lembaga tersebut.
"UU MD3 ini merupakan tragedi karena akan mengebiri demokrasi,”
kata Arif.
Pasal 73:
Ayat (5) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Ayat (5) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan
pemanggilan paksa serta nama dan alamat badan hukum dan atau warga masyarakat
yang dipanggil paksa, dan
b. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan kepala
kepolisian daerah di tempat domisili badan hukum dan atau warga masyarakat yang
dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan DPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (4).
Ayat (6) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf b Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menyandera badan
hukum dan atau warga masyarakat untuk paling lama 30 hari.
Ayat (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b dan penyanderaaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 122 huruf K
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 121A, MKD
bertugas:
Mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang
perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR
dan anggota DPR.
Pasal 245
Pemanggilan dan permintaan keterangan pada anggota DPR sehubungan dengan
terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.
Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas, mempersilakan pasal-pasal
yang baru disahkan DPR dalam UU MD3 untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Sepanjang penggugat memiliki kedudukan hukum, DPR mempersilakan.
"Semua pasal bisa di-review, itu
hak warga negara sepanjang punya legal standing. Yang tak boleh ajukan gugatan
hanya DPR dan pemerintah. Di luar itu boleh," kata Supratman saat
dihubungi, Selasa, 13 Februari 2018. (ren)
0 komentar:
Post a Comment