Wednesday, August 26, 2015

Ancaman Krisis

Sejak Jokowi-Jusuf Kalla dilantik, situasi ekonomi bangsa kita belum menunjukkan arah dan gejala perbaikan yang signifikan. Jargon Nawacita serta berbagai langkah yang dilakukan tim ekonomi, ternyata belum mampu mencari jalan keluar dan landasan pondasi ekonomi yang kokoh. 

Kritis moneter suatu negara bisa dilihat dari banyaknya modal asing yang masuk ke dalam sektor keuangan negara tersebut. Banjirnya modal asing di sektor finansial dan perbankan menandakan suatu negara sudah masuk ke dalam fase awal krisis yang mengkhawatirkan. Saat ini, Indonesia sudah memasuki fase kedua masuknya modal asing tidak hanya melalui perbankan, tetapi juga sudah membanjiri pasar modal tanah air.

Sementara itu, pertumpuhan ekonomi diangka 4,7 persen merupakan kondisi terburuk sejak satu dasawarsa. Hal ini ditandai, misalnya dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang telah nembus pada kisaran Rp 14.000. Jika kondisi terus berlanjut, tentu akan menjadi ancaman jika nilai tukar rupiah “terjun bebas” hingga titik yang mengkhawatirkan.

Secara sederhana, penyebab krisis disebabkan oleh dua faktor. Pertama faktor internal, yakni rendahnya penyerapan APBN. Sementara faktor eksternal, disebabkan terjadinya fluktusasi kondisi ekonomi dunia, seperti kebijakan Cina menurunkan nilai tukar mata uang. Disisi lain, sebentar lagi kita akan menghadapi pasar bebas di regional Asia Tenggara yakni disepakatinya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Lemahnya kualitas SDM dan perkembangan Industrialisasi nasional kita menjadikan MEA seakan suatu potensi ancaman buat kita.

Lalu, apa sesungguhnya akar persoalan sistem ekonomi kita. Fakta yang nyata seringkali ekonomi kita rentan dengan perkembangan krisis dunia. Kerentanan ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak mampu mengontrol ekonomi nasional. Ada ketergantungan pada alur infrastruktur ekonomi makro; tata kelola finansial dan kebijakan. Sebagamana misalnya Indonesia tidak mampu mengontrol pergerakan harga beberapa komoditi pertanian sampai harus menggelar pasar murah tomat di halaman kantor Kementerian. Ketidak-mampuan menguasai produksi dan distribusi pertanian merupakan suatu kondisi ironis.

Berbagai hulu dan hilir dari berbagai sektor tidak mampu dikontrol oleh pemerintah. Ini karena bangsa kita memang tidak memiliki bangunan industrialisasi yang kokoh yang mampu menopang satu sama lain. Dalam arus globalisasi interdepedensi ekonomi antar negara merupakan fakta yang tak bisa kita abaikan.

Related Posts:

  • Ancaman Krisis Sejak Jokowi-Jusuf Kalla dilantik, situasi ekonomi bangsa kita belum menunjukkan arah dan gejala perbaikan yang signifikan. Jargon Nawacita serta berbagai langkah yang dilakukan tim ekonomi, ternyata belum mampu mencari j… Read More
  • Pengkultus dan Pendukung Rasional Jokowi Jokowi, presiden RI ke-7 yang terpilih secara demokratis memang tidak semua pendukungnya bercorak rasional, melainkan kombinasi antara pendukung rasional dan pengkultus. Kombinasi inilah yang mampu menghantarkan di kursi… Read More
  • Destinasi “Ngehits” Wisata Selfie Kalibiru Kulonprogo Salah satu destinasi wisata alam di Yogyakarta yang sekarang lagi ngehits adalah Kalibiru. Tempat wisata ini terletak di Jogja Barat, tepatnya di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo. Menyuguhkan panorama alam yang natura… Read More
  • Tiga Simpul Massa Aksi 411 Ada sejumlah dugaan mengapa aksi demontrasi 4 November 2016 kemarin mampu menggerakkan massa yang cukup besar. Kita paham memobilisasi massa, apalagi di Jakarta bukan perkara mudah. Dari pengamatan dan hasil wawancara s… Read More
  • Kekancan Saklawase Catatan Reuni SMP 2 Sentolo Pada 13 Juni kemarin, kami mengadakan reuni alumni SMP 2 Sentolo yg kini berganti nama SMP 1 Samigaluh di Kebun Krisan, Gerbosari, Samigaluh, Kulonprogo. Meski hanya satu angkatan 96 dan … Read More

0 komentar:

Post a Comment