Kedaulatan Rakyat, 28/10/2008, Halaman satu
WATES (KR) - Sekelompok massa melakukan perusakan sejumlah posko Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) dan poskamling di sepanjang Jalan Deandles, mulai dari Desa Garongan dan Pleret Kecamatan Panjatan dan Desa Karangwuni Kecamatan Wates, Senin (27/10). Selain itu, sebanyak 15 wakil PPLP yang akan ke DPRD Kulonprogo juga dihadang sekelompok massa berseragam hitam-hitam mengendarai sekitar 50 sepeda motor dan mobil, sehingga mereka membatalkan rencana ke gedung DPRD. Pada saat yang sama, kelompok massa menggelar demo di DPRD Kulonprogo. Mereka mendukung rencana penambangan pasir besi di kawasan pesisir Kulonprogo. Juga diperoleh informasi, keberadaan mereka di gedung DPRD juga dimaksudkan untuk menjaga aset DPRD dan berjaga-jaga terkait adanya rencana pemaksaan kepada Ketua DPRD dan Bupati Kulonprogo agar menolak rencana penambangan pasir besi. Mereka datang sekitar pukul 09.00 dan baru membubarkan diri pukul 13.00.
Sementara itu aksi perusakan sejumlah posko PPLP dan poskamling menimbulkan amarah warga sekitar. Karena itu, mereka lantas bersiap-siaga menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Bahkan sampai berita ini ditulis, masyarakat pesisir masih berjaga-jaga dengan membawa berbagai jenis senjata tajam dan bambu runcing.
Insiden perusakan sejumlah posko PPLP dan pembakaran poskamling berlangsung saat rombongan perwakilan PPLP hendak menuju gedung DPRD Kulonprogo. Dengan mengendarai sepeda motor dan mobil sekelompok massa berseragam hitam-hitam melaju dari arah timur sambil melakukan perusakan terhadap 7 posko milik PPLP. Tidak hanya itu, sebuah pos ronda yang terletak di Pedukuhan II Desa Garongan Kecamatan Panjatan tidak luput dibakar kelompok massa yang belum diketahui identitasnya.
”Rombongan yang merusak posko ini datangnya dari timur. Mereka naik sepeda motor memakai helm tertutup, di salah satu pergelangan tangannya diikat kain berwarna putih,” kata Sri Muyani (45), warga Pedukuhan II Desa Garongan Panjatan.
Hal senada disampaikan, Kasino, sebelum kelompok massa berseragam hitam-hitam melakukan perusakan dan pembakaran, mereka terlebih dahulu berputar-putar di sepanjang jalan di wilayah pesisir selatan Kulonprogo mulai dari Desa Pleret dan Garongan Kecamatan Panjatan sampai Desa Karangwuni Kecamatan Wates. ”Semua boncengan, ada yang membawa pentungan, pedang bahkan botol berisi bensin,” jelasnya.
Ketua PPLP Supriyadi bersama para Koorlap di antaranya Ulin Nuha telah melaporkan insiden tersebut ke petugas Polres Kulonprogo. Untuk mengantisipasi kemungkinan peristiwa itu terulang, warga yang tinggal di tepi Jalan Deandels pun berkumpul dan melakukan pengamanan. Mereka membawa kayu, parang, besi dan bambu untuk mempersenjatai diri. Warga mengaku terpaksa melakukan hal ini karena merasa keamanan mereka terganggu.
”Kami ini hanyalah orang-orang tua, tidak tahu menahu dengan perkara yang sedang terjadi. Tapi kalau sudah mulai mengganggu keamanan dan hak warga, kami akan ikut andil,” ujar salah seorang warga yang enggan disebut namanya.
Penyegelan Lahan
Selain itu, di kawasan Bugel massa juga melakukan penyegelan sejumlah lahan pertanian milik warga yang diduga terlibat perusakan posko. Ada dua lahan seluas 2.000 meter persegi disegel. ”Lahan ini milik orang yang tadi pagi terlihat memakai baju hitam dan ikut merusak posko,” kata Udin.
Kedua lahan yang terletak sekitar 1,5 km dari pantai itu disegel massa PPLP dengan menancapkan plakat bertulis ‘Disegel’. Dengan penyegelan itu, warga tidak mengizinkan pemilik lahan bercocok tanam di kawasan itu, hingga jelas duduk perkara yang terjadi. ”Penyegelan ini semata-mata dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak kami dan agar menjadi perhatian bagi pemiliknya. Kalau misalkan mereka sudah sadar, ya tanah kami berikan kembali,” katanya.
Kapolres Kulonprogo AKBP Drs Sumego Adie Soetojo yang ditemui di depan pintu masuk pantai Bugel Kecamatan Panjatan membenarkan insiden perusakan terhadap sejumlah posko PPLP dan pembakaran sebuah pos ronda tersebut. Ketika ditanya berapa kelompok massa yang akan melakukan aksi di Pemkab Kulonprogo, Sumego dengan tegas mengatakan pihaknya menerima pemberitahuan ada dua kelompok, yaitu kelompok menolak rencana penambangan pasir besi dan kelompok yang kontra. ”Memang ada dua kelompok yang mengajukan pemberitahuan untuk menggelar aksi. Kelompok pertama PPLP ke Gedung DPRD, sedang kelompok yang pro penambangan pasir besi rencananya di Kompleks Pemkab Kulonprogo,” jelasnya.
Sementara itu aksi barbar yang terjadi di pesisir Kulonprogo menuai kecaman. Dewan Pengurus Pergerakan Indonesia (PI) Kabupaten Kulonprogo menolak penyelesaian masalah penambangan pasir besi di Kulonprogo dengan kekerasan. Ketua PI Kulonprogo, Arif Nurul Iman juga mendesak pihak kepolisian mengusut pelakunya dan mengambil tindakan sesuai prosedur hukum.
”Pemkab Kulonprogo sebaiknya membuka ruang negosiasi dan sosialisasi lagi. Agar masyarakat tidak selalu menjadi korban dari adanya pro dan kontra ini. Sebab pembangunan pabrik baja ini menyangkut kehidupan jangka panjang bagi masyarakat setempat,” tandas Nurul.
Ditambahkan, untuk mega projek seperti di pesisir Kulonprogo tersebut, menurut Nurul tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Sebab proyek-proyek serupa di daerah lain di Indonesia sejauh ini belum menunjukkan hasil yang baik bagi masyarakat maupun dari aspek lingkungan hidup. Pengalaman buruk itu yang membuat warga pesisir trauma jika penambangan benar-benar jadi dilakukan di Kulonprogo. (Tim KR)-a
(M-2/*-10/Mum/R-2/Ras)
0 komentar:
Post a Comment