Monday, May 13, 2019

Mewujudkan Pemilu Jurdil


Mewujudkan Pemilu Jurdil

Oleh : Arif Nurul Imam

(Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting)


Pemilihan umum (Pemilu) merupakan mekanisme demokrasi untuk melakukan sirkulasi dan rotasi kepemimpinan. Karena itu, salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemiluyang jujur dan adil (free and fair elections).Oleh sebab itu, dalam setiap proses Pemiluhal yang harus dipastikan adalah prinsip jujur dan adil (jurdil). Sebab jika prinsip jurdil lenyap, maka hampir  dipastikan Pemilu hanya akan menciptakan kegaduhan politik dan menguras uang APBN.

Pemilu sebagai pertarungan politik antarpara kontestan acapkali menimbulkan tensi politik memanas. Kondisi ini sejatinya bisa dipahami, karena dalam kontestasi untuk merebut dukungan dan simpati pemilih acapkali terseret dalam kubangan pragmatisme politik dengan menghalalkan segala cara, seperti money politics, bahkan dengan melakukan praktik kecurangan.

Dalam kondisi semacam ini, maka mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil mutlak diperlukan. Bukan saja untuk memastikan kualitas demokrasi agar on the track, melainkan juga untuk memastikan asas fairnessehingga pada gilirannya dapat terselenggara Pemilu berkualitas. Sebab,selain harus menegakkan electoral integrity, Pemilu juga diharapkan dapat menghasilkan pejabat publik, baik di legislatif maupun eksekutif, yang memiliki integritas tidak tergoyahkan.


Perangkat Hukum
Salah satu dimensi penyelenggaraan Pemilu adalah kompetisi atau konflik merebut kursi. Agar berlangsung tertib, penyelenggaraan Pemilu harus berdasarkan hukum berderajat kepastian tinggi. Selain itu, hukum yang mengatur Pemilu juga harus merupakan penjabaran asas Pemilu demokratis: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, transparan dan akuntabel. Karena itu, kriteria kedua Pemilu adil dan berintegritas adalah kepastian hukum yang dirumuskan berdasarkan asas Pemilu demokratis (Ramlan Surbakti 2014).

Pemilu jurdil dapat dicapai apabila tersedia perangkat hukum yang mengatur proses pelaksanaan Pemilu. Perangkat hukum tersebut sekaligus melindungi para penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada umumnya dari ketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil Pemilu.

Kepastian tegaknya rule of the game, atau aturan sebuah permainan sebagai perangkat hukum merupakan prasyarat utama yang tak bisa ditawar lagi. Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu) sebagai aturan permainan harus menjadi pedoman bagi para penyelenggara Pemilu sebagai rambu-rambu dan titik tolak dalam menjalankan tugasnya. Demikian pula pengawas Pemilu juga mesti menjadikan UU Pemilu sebagai petunjuk dalam mengawasi para  kontestan politik. Dan satu hal lagi, tentu yang tidak kalah penting adalah para kontestan yang berlaga dalam pesta demokrasi juga bukan hanya memahami tapi juga harus mentaati.

Integritas dan Kontrol Publik
Perangkat hukum hanya bisa berjalan jika setidaknya memiliki dua topangan utama sehingga pelaksanaan Pemilu dapat menegakkan prinsip jujur dan adil. Topangan itu berupa integritas dan kontrol publik. Mengapa?

Integritas merupakan komitmen untuk melaksanakan kompetisi politik secara fairdalam mematuhi aturan Pemilu. Penyelenggara dan pengawas Pemilu dapat dikategorikan bertindak independen jika menyelenggarakan Pemilu semata-mata berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode etik penyelenggara Pemilu. Karena itu, misalnya mereka dilarang keras memberikan privilise atakemudahan kepada salah satu kontestan sehingga mencederai independensinya.

Sementara, kontestan harus memiliki komitmen untuk tidak menggunakan celah atau kelemahan dari sistem untuk mendapatkan kemenangan dengan curang. Absennya integritas, khususnya penyelenggara, pengawas dan kontestan niscaya mereka akan menjadi pintu masuk untuk memeroleh kemenangan dengan cara-cara yang menabrak prinsip Pemilu berintegritas.

Nah, kelemahan sistem inilah yang kemudian yang menjadi domain dan tanggung jawab masyarakat sipil untuk melakukan kontrol publik, agar kelemahan sistem yang bisa menjadi celah melakukan kecurangan dapat ditutup rapat. Peran masyarakat sipil seperti, media, LSM dan intelektual aktivis adalah menjaga iklim kompetisi tetap kondusif sehingga menutup secara rapat kelemahan yang ada dalam sistem Pemilu agar potensi kecurangan bisa diminimalisir.

Peran-peran dalam memberikan pendidikan politik agar masyarakat kritis dan terlibat aktif dalam mengontrol Pemilu berjalan jurdil misalnya adalah salah satu agenda yang dapat dilakukan. Dengan demikian, penyelenggara Pemilu, pengawas dan kontestan akan bertindak dengan kehati-hatian, tidak ceroboh dan tak sembronosehingga pada gilirannya akan taat pada perangkat hukum karena mereka merasa diawasi oleh publik.

Pemilu jujur dan adil selain menjalankan mandat UU Pemilu juga diharapkan dapat membangun budaya politik demokratis. Hanya dengan Pemilu berintegritas, demokrasi dapat kian dipercaya warga sebagai sistem dan proses politik yang lebih baik dibandingkan dengan sistem politik lain. Sebab demokrasi bukan hanya sekedar dinamika elektoral, melainkan juga bagaimana mewujudkan keadilan dan kemakmuran sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.


Related Posts:

0 komentar:

Post a Comment