Mewujudkan
Pemilu Jurdil
Oleh : Arif Nurul Imam
(Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting)
Pemilihan umum (Pemilu) merupakan mekanisme
demokrasi untuk melakukan sirkulasi dan rotasi kepemimpinan. Karena itu,
salah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem Pemiluyang jujur
dan adil (free and fair elections).Oleh sebab itu, dalam
setiap proses Pemiluhal yang harus dipastikan adalah prinsip jujur dan
adil (jurdil). Sebab jika prinsip jurdil lenyap, maka
hampir dipastikan Pemilu hanya akan menciptakan kegaduhan politik
dan menguras uang APBN.
Pemilu
sebagai pertarungan politik antarpara kontestan acapkali menimbulkan tensi
politik memanas. Kondisi ini sejatinya bisa dipahami, karena dalam kontestasi
untuk merebut dukungan dan simpati pemilih acapkali terseret dalam kubangan
pragmatisme politik dengan menghalalkan segala cara, seperti money politics,
bahkan dengan melakukan praktik kecurangan.
Dalam
kondisi semacam ini, maka mewujudkan Pemilu yang jujur dan adil mutlak
diperlukan. Bukan saja untuk memastikan kualitas demokrasi agar on
the track, melainkan juga untuk memastikan asas fairnessehingga
pada gilirannya dapat terselenggara Pemilu berkualitas. Sebab,selain harus
menegakkan electoral integrity, Pemilu juga diharapkan
dapat menghasilkan pejabat publik, baik di legislatif maupun eksekutif, yang
memiliki integritas tidak tergoyahkan.
Perangkat
Hukum
Salah satu
dimensi penyelenggaraan Pemilu adalah kompetisi atau konflik merebut kursi.
Agar berlangsung tertib, penyelenggaraan Pemilu harus berdasarkan hukum
berderajat kepastian tinggi. Selain itu, hukum yang mengatur
Pemilu juga harus merupakan penjabaran asas Pemilu demokratis:
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, transparan dan akuntabel.
Karena itu, kriteria kedua Pemilu adil dan berintegritas adalah kepastian hukum
yang dirumuskan berdasarkan asas Pemilu demokratis (Ramlan Surbakti 2014).
Pemilu
jurdil dapat dicapai apabila tersedia perangkat hukum yang mengatur proses
pelaksanaan Pemilu. Perangkat hukum tersebut sekaligus melindungi para
penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada umumnya dari
ketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik
curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil Pemilu.
Kepastian
tegaknya rule of the game, atau aturan sebuah permainan
sebagai perangkat hukum merupakan prasyarat utama yang tak bisa ditawar lagi.
Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu) sebagai aturan permainan harus menjadi pedoman
bagi para penyelenggara Pemilu sebagai rambu-rambu dan titik tolak dalam
menjalankan tugasnya. Demikian pula pengawas Pemilu juga mesti menjadikan UU
Pemilu sebagai petunjuk dalam mengawasi para kontestan politik. Dan
satu hal lagi, tentu yang tidak kalah penting adalah para kontestan yang
berlaga dalam pesta demokrasi juga bukan hanya memahami tapi juga harus
mentaati.
Integritas
dan Kontrol Publik
Perangkat
hukum hanya bisa berjalan jika setidaknya memiliki dua topangan utama sehingga
pelaksanaan Pemilu dapat menegakkan prinsip jujur dan adil. Topangan itu berupa
integritas dan kontrol publik. Mengapa?
Integritas
merupakan komitmen untuk melaksanakan kompetisi politik secara fairdalam
mematuhi aturan Pemilu. Penyelenggara dan pengawas Pemilu dapat
dikategorikan bertindak independen jika menyelenggarakan Pemilu semata-mata
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kode etik penyelenggara Pemilu.
Karena itu, misalnya mereka dilarang keras memberikan
privilise atakemudahan kepada salah satu kontestan sehingga mencederai
independensinya.
Sementara,
kontestan harus memiliki komitmen untuk tidak menggunakan celah atau kelemahan
dari sistem untuk mendapatkan kemenangan dengan curang. Absennya integritas,
khususnya penyelenggara, pengawas dan kontestan niscaya mereka akan menjadi
pintu masuk untuk memeroleh kemenangan dengan cara-cara yang menabrak prinsip
Pemilu berintegritas.
Nah,
kelemahan sistem inilah yang kemudian yang menjadi domain dan tanggung jawab
masyarakat sipil untuk melakukan kontrol publik, agar kelemahan sistem yang
bisa menjadi celah melakukan kecurangan dapat ditutup rapat. Peran masyarakat
sipil seperti, media, LSM dan intelektual aktivis adalah menjaga iklim
kompetisi tetap kondusif sehingga menutup secara rapat kelemahan yang ada dalam
sistem Pemilu agar potensi kecurangan bisa diminimalisir.
Peran-peran
dalam memberikan pendidikan politik agar masyarakat kritis dan terlibat aktif
dalam mengontrol Pemilu berjalan jurdil misalnya adalah salah satu agenda yang
dapat dilakukan. Dengan demikian, penyelenggara Pemilu, pengawas dan kontestan
akan bertindak dengan kehati-hatian, tidak ceroboh dan tak sembronosehingga
pada gilirannya akan taat pada perangkat hukum karena mereka merasa diawasi
oleh publik.
Pemilu jujur
dan adil selain menjalankan mandat UU Pemilu juga diharapkan dapat membangun
budaya politik demokratis. Hanya dengan Pemilu berintegritas, demokrasi dapat
kian dipercaya warga sebagai sistem dan proses politik yang lebih baik dibandingkan
dengan sistem politik lain. Sebab demokrasi bukan hanya sekedar dinamika
elektoral, melainkan juga bagaimana mewujudkan keadilan dan kemakmuran
sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.
Sumber : kawaldemokrasi.com https://www.kawal-demokrasi.com/mewujudkan-pemilu-jurdil/
0 komentar:
Post a Comment