Monday, November 7, 2016

Tiga Simpul Massa Aksi 411


Ada sejumlah dugaan mengapa aksi demontrasi 4 November 2016 kemarin mampu menggerakkan massa yang cukup besar. Kita paham memobilisasi massa, apalagi di Jakarta bukan perkara mudah. Dari pengamatan dan hasil wawancara saya setidaknya terdapat tiga motif mengapa mereka bergerak.

Pertama, keyakinan teologis. Massa turun demonstrasi karena didasari oleh keyakinan bahwa Ahok telah menistakan kitab suci Al Qur'an. Itu sebabnya, aksi ini diikuti bukan hanya warga Jakarta melainkan dari segenap penjuru Nusantara. Mereka rela mengeluarkan ongkos dan membuang waktu dengan keyakinan membela Islam. Dari daerah saya ada beberapa orang yang datang dari kampung dengan biaya model patungan. Semangatnya menuntut Ahok karena diduga melecehkan Al Qur'an. Dan, jumlah massa yang berangkat dari keyakinan ini saya kira mayoritas.
Kedua, kelompok yang bergerak lantaran tidak puas terhadap kinerja Ahok. Mereka adalah warga Jakarta yang menilai kinerja petahana dianggap jeblok. Tidak aneh jika kemudian ada kelompok Tionghoa ikut aksi serta elemen lainnya yang menilai Ahok gagal menjadi kepala daerah. Terjadi titik temu kepentingan sehingga mereka ikut aksi.
Ketiga, dugaan massa yang digerakkan oleh kekuatan politik. Entah benar atau tidak, tapi kemungkinan hal ini ada. Mereka ndompleng aksi ini untuk agenda politiknya. Meski demikian, dugaan saya jumlahnya sedikit, tak sampai 5 persen. Dalam politik, menunggangi momentum bukanlah hal yang aneh bukan. Politisi tentu memiliki daya penciuman yang kuat soal demikian.
Jadi, faktor dominan mengapa massa bisa turun unjuk rasa berjumlah mencapai ratusan ribu, lebih dilandasi oleh persoalan keyakinan teologis. Jika misalnya, ditunggangi aktor politik atau digerakkan oleh kekuatan politik tentu tak sedahsyat itu. Sehebat apapun tokoh politik, demonstrasi yang digerakkan kekuatan politik bisa mencapai 10 ribu saja sudah hebat. Ini dugaan saya melihat aksi kemarin yang menyita perhatian kita. Saya kira sikap PBNU kemarin sudah tepat dalam menyikapi pasca kunjungan Presiden.


Related Posts:

  • Anomali Biaya Kampanye Ahok Putaran Kedua Jika kita lihat hasil perolehan suara paslon Ahok-Djarot pada putaran kedua terdapat sesuatu yang bisa dikatakan anomali. Dikatakan anomali karena, mereka mengeluarkan biaya kampanye sebesar 31,7 milyar, tapi justru perole… Read More
  • Mewujudkan Pemilu Jurdil Mewujudkan Pemilu Jurdil Oleh : Arif Nurul Imam (Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting) Pemilihan umum (Pemilu) merupakan mekanisme demokrasi untuk melakukan sirkulasi dan rotasi k… Read More
  • Menjadi DPRD Cukup Tujuh juta Mungkin anda tidak akan percaya dengan judul ini. Apa benar menjadi anggota legislatif tingkat kabupaten cukup tujuh juta?. Hal ini wajar, karena saya cukup memahami sebagaimana kita tahu, pragmatisme politik seakan kian … Read More
  • Tiga Simpul Massa Aksi 411 Ada sejumlah dugaan mengapa aksi demontrasi 4 November 2016 kemarin mampu menggerakkan massa yang cukup besar. Kita paham memobilisasi massa, apalagi di Jakarta bukan perkara mudah. Dari pengamatan dan hasil wawancara s… Read More
  • Faisal Basri: Sosdem atau Neolib? Nov 17, 2014 Oleh: Arif Nurul Imam Stigma ideologi yang melekat di wajah ekonom Faisal Basri memang paradoks. Di satu kalangan, ia dinilai sebagai tokoh politik dan ekonom berhaluan sosial demokrasi (sosdem), tapi di… Read More

0 komentar:

Post a Comment