Ini adalah Blog Arif Nurul Imam
"Orang Boleh Pandai Setinggi Langit Tapi Selama ia Tidak Menulis Ia akan hilang didalam Masyarakat dan Sejarah. Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".
Ini adalah Blog Arif Nurul Imam
"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".
Ini adalah Blog Arif Nurul Imam
"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".
Ini adalah Blog Arif Nurul Imam
"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".
Ini adalah Blog Arif Nurul Imam
"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".
Thursday, September 17, 2015
Ketika Petahana Memilih "Berkeringat" di Jalur Perseorangan
Pilkada Serentak
Kompas Cetak,
Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015 ini
menjadi laboratorium demokrasi. Ada hal-hal tak biasa yang dijumpai pada
tahapan demi tahapan penyelenggaraan pilkada. Salah satunya, kemunculan
petahana yang menyeberang keluar dari "zona nyaman" partai politik.
Mengapa mereka memilih jalur berpeluh?
Kedua pilihan itu
masing-masing punya sisi positif dan negatif. Jika memilih partai
politik (parpol), para petahana tinggal memanfaatkan mesin partai yang
relatif stabil dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan, hingga ke
kelurahan/desa. Namun, tak mudah mendapat "perahu" dari parpol, bahkan
untuk para petahana sekali pun. Kendalanya mulai dari melobi petinggi
partai hingga perkara uang mahar yang kerap muncul dalam wacana di ranah
publik.
Hal itu berbanding terbalik dengan pasangan calon yang
melaju dari jalur perorangan. Boleh jadi mereka tak perlu lobi-lobi
elite untuk mendapat rekomendasi. Namun, calon harus berpeluh membangun
jaringan relawan dari awal, terutama untuk mengumpulkan syarat
pencalonan berupa dukungan masyarakat yang jumlahnya lumayan besar,
mulai dari puluhan ribu hingga ratusan ribu. Jika calon sudah akrab
dengan organisasi kemasyarakatan, institusi itu pun bisa jadi mesin
politik.
Arif Nurul Imam, asisten politik Faisal Basri-ekonom dan
calon gubernur DKI Jakarta 2012-ingat betul bagaimana tim kampanye harus
bersusah payah di awal karena tak mudah mencari relawan pada awal-awal
masa pencalonan. Ini karena masyarakat merasa peluang menang calon
perorangan relatif kecil dibandingkan dengan calon dari parpol yang
memiliki mesin politik kuat.
"Tapi, begitu terekspos, relawan
datang, kok. Tapi, tetap harus dibangun dulu karena latar belakang
relawan macam-macam dan tidak semua terbiasa bekerja politik. Harus ada
adaptasi dan proses belajar," tutur Arif, Rabu (16/9), di Jakarta.
Para
calon juga harus begadang bersama-sama relawan untuk menyortir ratusan
ribu kartu tanda penduduk sehingga tak ada dukungan ganda yang
disetorkan ke Komisi Pemilihan Umum daerah. Walau tidak menang, Faisal
mampu menunjukkan dengan dukungan relawan, dia tidak berada di posisi
paling bawah dalam perolehan suara. Bersama Biem Benyamin-calon wakil
gubernur-Faisal bisa unggul atas salah satu pasangan calon yang diusung
partai besar.
"Kalau sekarang ada petahana yang menyeberang ke
jalur perorangan, ya, harus kita lihat dulu apa motifnya. Kalau karena
tertekan oleh partai pengusung yang campur tangan programnya atau karena
uang mahar, itu pertanda positif," kata Arif.