Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Orang Boleh Pandai Setinggi Langit Tapi Selama ia Tidak Menulis Ia akan hilang didalam Masyarakat dan Sejarah. Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Ini adalah Blog Arif Nurul Imam

"Menulis Adalah Bekerja Untuk Keabadian".

Monday, February 6, 2017

Menunggu Kejutan Debat Pamungkas Pilkada DKI


Jumat , 03 Februari 2017
Red: Heri Ruslan
dok pri
 Arif Nurul Imam, Peneliti Politik POINT Indonesia.
Arif Nurul Imam, Peneliti Politik POINT Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Arif Nurul Imam
Peneliti Politik POINT Indonesia

Debat resmi pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur provinsi DKI Jakarta yang diselenggarakan KPUD telah digelar dua kali dan disiarkan langsung beberapa stasiun televisi nasional. Debat cagub dan cawagub tentu menjadi tahapan penting, bukan saja untuk mengetahui visi, misi, dan tawaran solusi serta program kerja, tapi juga untuk menakar sejauhmana penguasaan materi para kandidat terhadap tumpukan persoalan yang membelit Ibukota.

Debat adalah proses komunikasi lisan yang dinyatakan dengan bahasa untuk mempertahankan pendapat. Setiap pihak yang berdebat akan menyatakan argumen, memberikan alasan dengan cara tertentu agar pihak lawan berdebat atau pihak lain yang mendengarkan perdebatan itu menjadi yakin dan berpihak padanya (Asidi Dipodjojo, 1982).

Jika melihat debat pertama dan kedua, nampaknya masih bisa dikatakan kurang menukik, dan belum mampu mengeksplorasi permasalahan secara mendasar. Debat pertama yang dipandu oleh presenter senior Ira Koesno dapat dikatakan kurang menggigit dalam pembahasan subtansi, kurang interaktif dalam mengeksplorasi permasalahan, serta tidak spesifik. Debat masih berkisar pada wilayah normatif sehingga belum memberi kejelasan sikap dan komitmen terhadap masa depan Jakarta.

Bahkan di jagad lini massa, terutama Twitter, nitizen justru malah sibuk mengomentari moderator Ira Koesno, bukan memperdebatkan subtansi debat.

Debat kedua yang fokus pada tema reformasi birokrasi, pelayanan publik, dan penataan kawasan perkotaan menampilkan format yang agak berbeda. Debat kedua ini dipandu oleh dua moderator dan ada penambahan durasi waktu. Dibanding debat pertama, debat kedua bisa dikatakan lumayan lebih agak menukik, meski belum tajam dalam membahas tema-tema mendasar.